Senin, 24 Desember 2012

Sejarah Panjang Ilir Barat Permai (Bom Cegah Kebakaran Merambat)

Sejarah Panjang Ilir Barat Permai (Bom Cegah Kebakaran Merambat)
Musibah kebakaran yang terjadi pada Agustus 1981 menibulkan dampak yang cukup besar wajah kota ini. Sebanyak empat kampung tradisional masyarakat lenyap dari permukaan Bumi Sriwijaya ini. Peristiwa ini, paling tidak juga telah mengubah pola hidup Wong Plembang lewat perkenalan dengan rumah bertingkat-tingkat yang disebut rmah susun (rusun).

Kawasan pertokoan Internasional Plaza (IP) hingga ke IBP (Ilir Barat Permai), paling tidak hingga awal 1980-an, belum memiliki jalan aspal. Sementara IP, ketika itu masih merupakan Bioskop Internasional dengan beberapa toko di sekitarnya. Di ujung jalan (tanah merah keras) dari internasonal, terdapat Pasar Mambo, yang dibuka pada malam hari.

Saat ini, bangunan di kawasan itu umumnya baru kecuali toko Fotocopy Remifa. Penghubung kawasan Cinde Welan (Candi Walang) adalah Jalan Candi Walang, yang dimulai dari Jalan Jenderal Sudirman --Kebon Duku-- hingga tembus ke belakang Pasar Cinde saat ini. Di kawasan 24 Ilir itu pula, terdapat Sungai Candi Walang (kini telah ditimbun). Kawasan Candi Walang, ketika itu posisi tanahnya menanjak. Bahkan sebelum itu, pada masa Kesultanan Palembang hingga masa penjajahan Belanda, kawasan ini posisi tanahnya menanjak hingga ke RS RK Charitas saat ini. Karena pembuatan jalan dan sebagian pemukiman, dataran tinggi itu "dipangkas" hingga posisi tanahnya tampak seperti saat ini.

Sebagian kawasan, masih berupa rawa dan aliran sungai. Dengan topografi seperti itu, sebagian besar rumah di kawasan ini berbentuk panggung berbahan kayu. Kondisi ini, paling tidak, dapat kita saksikan dalam karya pelukis asal Sumsel Amri Yahya, yang berjudul Sungai Limbungan (1954). Lukisan bermedia cat minyak di atas kanvas berukuran 80x50 cm itu menggambarkan suasana Sungai Limbungan (sekarang kawasan Rusun). Lewat lukisan ini dapat dilihat kondisi "almarhum" Sungai Limbungan yang dahulu dapat dilalui perahu dan kini menjadi "sarang nyamuk" itu. Paruh awal 1980-an, Sungai Candi Walang dapat dimasuki Prahu. Bahkan, masih terdapat banyak buaya di sungai itu.

Menurut beberapa warga yang berdiam lama di kawasan ini, sepanjang tepian Sungai Candi Walang, masih ditumbuhi pohon para (karet) dan pohon kemang. Saat menyusuri sungai di kawasan Bank Mandiri saat ini, buaya besar berlumut sering muncul begaya "kalem" itu diyakini sebagai Raden Tokak. Ini merupakan salah satu tokoh legenda dalam cerita rakyat Palembang yang konon dapat muncul sewaktu-waktu. Bahkan hingga kini pun., dengan "wilayah kekuawasan" dari 35 Ilir hingga Sungai Sekanak.

Kampung yang Hilang
Salah seorang saksi mata dalam kebakaran yang terjadi pada Agustus 1981, H Muthalib Adams, menggambarkan peristiwa itu sangat tiba-tiba dn begitu mengejutkan. "Saat itu pukul 09.00 WIB, saya sedang mem-fotocopy. Tiba-tiba, saya dengar ada yang mengatakan "kebakaran." Begitu saya di rumah, api telah membesar," kata Muthalib, yang saat itu bekerja di Radar Selatan. Api berasal dari salah satu rumah di Gg Buntu, yaitu bedeng pembuat kasur.

Api dengan demikian cepat menjalarnya dengan pola menyebar. Tak hanya kawasan 24 Ilir yang terkena. Api merambat cepat ke 23 Ilir, 22 Ilir, dan 26 Ilir. Pola rembetan api memanjang di kawasan 26 Ilir membuat repot petugas pemadam kebakaran. Kepanikan warga akibat musibah itu, tidak dapat digambarkan lagi. Karena cepatnya api menjalar, Try Sutrisno yang saat itu menjabat Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) IV --kini Kodam II-- Sriwijaya, membuat "blok" dengan menjatuhkan bom didua titik kebakaran kawasan 26 Ilir.

"Begitu bom dijatuhkan, lokasi kebakaran langsung terpecah dan rembetannya dapat dicegah," kata Muthalib. Penggunaan bom untuk pemecah api ini, mengingatkan pada penggunaan TNT (2,4,6 - trinitro toluena yang dipakai Polda Sumsel saat membantu memudahkan upaya mempercepat pemadaman api dalam "tragedi Happy."

Selain menjatuhkan bom, sebagai upaya mempercepat pemadaman api juga dilakukan dengan membongkar dan merobohkan beberapa rumah. Salah satuunya rumah limas yang kini berada di salah satu sisi blok rusun. Api baru dapat dijinakkan sekitar tengah malam. Saat itu diperkirakan lebih dari 400 unit rumah hangus meskipun tidak ada korban jiwa. Yang jelas, empat kampung ludes dari permukaan tanah. Hilanglah empat kampung tradisional Palembang. Sebagian dari kampung itu, kini berubah jadi kampung modern dengan rumah tinggal bersusun-susun.

Yudhi Syarofie, Sriwijaya Post @2002

Minggu, 23 Desember 2012

Legenda Puteri Dayang Merindu

Legenda Puteri Dayang Merindu
Cinta adalah jabaran sebuah kata yang sarat akan makna....

Begitu luasnya makna yang terkandung dalam cinta....

Sehingga maut pun menjadi taruhannya....

Begitu juga dengan logika dan akal yang seringkali hilang hanya karena alasan cinta....


ALKISAH zaman dahulu dikenal seorang putri cantik dari Tanjung Iran Niru yang bernama Dayang Merindu. Puteri ini merupakan cucu dari seorang yang disegani dan dihormati yaitu Rie Carang.

Dayang Merindu yang digambarkan berambut panjang bak mayang terurai ini menjalin kasih dengan jejaka tambatan hati yaitu Naring Cili yang terkenal sakti dari Dusun Galang Tinggi. Hubungan cinta ini sudah disepakati kedua belah pihak dan ketika masanya sang Naring Cilik akan meminang Dayang Merindu, maka disepakati beberapa permintaan dari Dayang Merindu, diantaranya sirih selebar Niru, pinang sebesar kulak, puyuh setakin, dan perhiasan.

Semuanya dapat dipenuhi Naring Cili kecuali tanduk kerbau Lambuare yang tak kuasa dicari Naring. Tetapi bukan berarti Naring Cilik kecewa dan putus asa. Untuk mencari tanduk kerbau itu, Naring minta bantuan Tumanggung Mintik dengan syarat mau menyerahkan kesaktian dan disetujui Naring.

Jumat, 21 Desember 2012

Terminal Lemabang (Foto Collection)

Sabtu, 08 Desember 2012

Belum Diperbaiki

Dua lampu penerang terminal Lemabang yang nyaris roboh tertarik kontainer (6/12) kemarin, hingga kini belum di perbaiki.

photo 1: lampu penerang di tengah terminal Lemabang yang tiangnya patah dibagian tengah

Photo 2: lampu penerang di di pintu keluar terminal Lemabang yang nyaris roboh
Posted by : LEMABANG 2008, Sabtu, 8 Desember 2012 04.26 PM

Rabu, 14 November 2012

Usul Jam Operasional PKL

Usul Jam Operasional PKL

LEMABANG -- Keberadaan pedagang kaki lima (PKL) sepertinya akan terus tumbuh di badan Jalan Yos Sudarso dan Jalan RE Martadinata di Kelurahan 3 Ilir, Kecamatan Ilir Timur (IT) II meskipun petugas Pol-PP Kota Kota Palembang telah berulang kali melakukan penertiban dan mengangkut seluruh lapak PKL.

Pasalnya, PKL tersebut terpaksa berjualan di atas badan jalan tersebut demi membeli beras dan mencukupi kebutuhan hidup bersama keluarga.

"Kami ingin mengusulkan adanya jam operasional bagi PKL tersebut seperti yang diterapkan di Pasar Pal Lima, Pasar Dika, serta lainnya," kata Asnawi SSos, Lurah 3 Ilir, kemarin (13/11).

Penerapan jam operasional tersebut, sambungnya, nantinya bertujuan mengatur waktu beroperasi para PKL, boleh berjualan dan menjajahkan dagangannya. Dimana, PKL diperbolehkan berjualan sesuai jam operasional yang telah ditentukan. "Kita akan usulkan jam operasional PKL tersebut kepada Camat IT II, PD Pasar, ataupun Wali Kota Palembang, Ir H Eddy Santana Putra MT," tegasnya.

Puluhan Lapak Ditertibkan

Puluhan Lapak Ditertibkan

LEMABANG --Sebanyak 60 petugas Polisi Pamong Praja (Pol-PP) Kota Palembang dibantu pihak Kecamatan Ilir Timur (IT) II, kembali melakukan penertiban terhadap seluruh pedagang kaki lima (PKL) yang masih menjajahkan dagangannya di atas saluran air (drainase) dan badan Jalan Yos Sudarso.

Petugas mengangkut dan membongkar seluruh lapak, tenda, serta gerobak milik PKL tersebut. Sebaliknya, para PKL hanya bisa terdiam dan melihat seluruh dagangannya diangkut oleh petugas ke dalam truk yang ada.

"Kami pasrah seluruh dagangan diangkut oleh Pol-PP Kota Palembang. Yah, bagaimana lagi pak, kami harus berjualan demi membeli sesuap nasi dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari," kata Maisyaroh, salah seorang PKL, kemarin (11/12).

Kepala Satuan (Kasat) Pol-PP Kota Palembang, Drs H Aris Saputra MSi, mengaku, pihaknya menurunkan sekitar 60 petugas Pol-PP Kota Palembang pada penertiban PKL di Lemabang tersebut dan berlangsung dua hari berturut-turut. "Hari Minggu, petugas berhasil mengangkut dan mengamankan delapan lapak, berupa tiga buah tenda milik pedagang baju bekas (BJ, red), sol sepatu, serta warung manisan," bebernya.

Selasa, 06 November 2012

Jukir Dilatih Militer

Jukir Dilatih Militer

PALEMBANG -- Juru parkir (jukir) punya peranan penting dalam penerapan pola parkir 180 derajat di lapangan. Apalagi, Pemkot Palembang akan menerapkan pararel di sepanjang Jl Sudirman. PT Sarana Pembangunan Palembang Jaya (PT SP2J) sebagai pihak yang dipercaya mengelola parkir pararel berencana melakukan pelatihan dan outbound jukir. Pelatihan rencananya di markas Kodim.

Direktur Utama PT SP2J, Bahder Johan, mengatakan, pelatihan dan outbound tersebut bertujuan untuk meningkatkan rasa tanggung jawab, kerja sama, dan disiplin para jukir dalam melaksanakan tugasnya. "Pelatihan itu sama seperti yang kami terapkan untuk karyawan BRT Transmusi," ujarnya. Juru parkir yang direkrut berusia maksimal 40-50 tahun, dan harus berkepribadian baik. "Kita akan seleksi jukir yang ada," cetus Bahder.

SP2J berjanji akan memperhatikan kesejahteraan jukir. "Kesejahteraan mereka pasti terjamin, berupa keteraturan hidup sesuai aturan perusahaan. Jika para jukir yang sebelumnya hanya menaati aturan sosial terkait kejar setoran, maka nanti mereka yang direkrut itu akan bekerja sesuai jam kerja, gaji standar kerja sesuai upah minimum kota (UMK). Kita sertakan juga juga Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)," bebernya.

Dijelaskan Bahder, pihaknya sudah mempertimbangkan itu karena karena para jukir nantinya pasti mempertanyakan itu. SP2J sendiri sudah mengantisipasi terjadinya kebocoran setoran parkir pararel dengan akan menerapkan smart card. Dijelaskannya, tugas jukir cukup mengatur alur parkir kendaraan tanpa harus menagih dan menyetor jasa parkir. Penggunaan smart card itu sama seperti yang berlaku di BRT Transmusi.

"Hal itu kita lakukan sebagai upaya mewujudkan integrasi antarmoda ke depannya. "Kami telah mempersiapkan 48 ribu smart card buatan Cina," ungkapnya. Apabila kurang, pihaknya juga telah mempersiapkan 52 ribu smart card tambahan dari perusahaan yang sama di Cina. "Kartu itu bisa digunakan juga pada jasa pelayanan BRT Transmusi. Pada kartu itu ada chip, jadi keamanan terjamin," bebernya. (cj7/ce1)

Sumatera Ekspres, Selasa, 6 November 2012

Rabu, 24 Oktober 2012

Tidak Menyala

Tidak Menyala

Sudah hampir satu minggu lampu penerangan Jl Yos Sudarso tidak menyala. tampak kondisi gelap di Jalan Yos Sudarso, simpang empat Terminal Lemabang, Palembang

Posted by : LEMABANG 2008, Rabu, 24 Oktober 2012 08:44 PM

Minggu, 21 Oktober 2012

Foto: Air Tergenang di Tengah Terminal Lemabang

Tergenang


Sudah sepekan air menggenang di tengah Terminal Lemabang, dan menimbulkan aroma yang tak sedap. Tergenang air di tengah Terminal ini dikarenakan tersumbatnya gorong-gorong yang berada di tengah Terminal Lemabang, sehingga menyebabkan air selokan meluap dan menggenang di tengah Terminal.

Posted by : LEMABANG 2008, Minggu, 21 Oktober 2012 09.45 PM

Kamis, 18 Oktober 2012

PKL - Petugas Kucing-Kucingan

LEMABANG -- Mengaku berat membayar harus membayar uang sewa di lapak Pasar Pagi Lemabang, Pasar Lemabang, dan Pasar Javennda, para PKL nekat kembali berjualan di badan Jl Yos Sudarso, Lemabang. Padahal lokasi tersebut dilarang untuk aktivitas berjualan.

Petugas sAt Pol-PP Kota Palembang dan pihak Kecamatan Ilir Timur (IT) II pun sudah berulang kali melakukan penertiban di kawasan tersebut. "Kita bukannya tak mau pindah berjualan ke pasar yang ada, tapi sewa pasar yang diberlakukan sungguh memberatkan kita (para pedagang, red)," ujar Hartono, salah seorang PKL, kemarin.

Apalagi hasil penjualan yang diperoleh sekedar unutuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Camat IT II, Yanurpan Yani, melalui Kasi Trantib Kecamatan IT II, Harsyah, mengatakan, pihaknya setiap pagi harus melakukan penjagaan dan patroli.

Saat pihaknya berjaga, tak ada satu pun PKL yang berani berjualan. Namun, ketika petugas meninggalkan lokasi, PKL kembali marak. (yud/ce4)

Sumatera Ekspres, Kamis, 18 Oktober 2012

Senin, 15 Oktober 2012

Target Keruk Satu Juta Lumpur

Pada tiga Lokasi di Muara Musi

PALEMBANG -- Administrator Pelabuhan (Adpel) Palembang pasang target mengeruk satu juta meter kubik lumpur yang berada di dasar muara Sungai Musi. Ada tiga lokasi pengerukan, yakni ambang luar C2, C3, dan selat Jaran.

Pengerukan menggunakan kapal TSHD Perintis 2000 dan TSHD Inai Kesuma. “Kami mampu mengeruk lumpur satu juta meter kubuk pada tiga lokasi tersebut. Kapal Perintis 2000 mampu mengeruk sekitar 18.150 meter kubik per hari, sedang kapal TSHD Inai Kesuma 11.550 meter kubik,” kata Bakri, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pengerukan Sungai Musi, kemarin ( 11/10).

Kapal Perintis 2000 melakukan penghisapan lumpur di dasar Selat Jaran. Lumpur yang didapat lalu diangkut ke dumping area (lokasi pembuangan, red) yang berjarak sekitar 6 km. Lumpur campur pasir itu dibuang dengan sistem open buttom (buka tutup, red) pada bagian bawah kapal.

“Hanya dibutuhkan waktu sekitar lima menit saja, seluruh lumpur yang disedot bisa langsung terbuang,” jelas Bakri. Sementara, kapal TSHD Inai Kesuma melakukan pengerukan di ambang luar Sungai Musi C2 dan C3. Prosesnya menerapkan cara yang sama, hanya pembuangan lumpurnya dengan sistem pompa. Dibutuhkan waktu sekitar setengah jam untuk seluruh lumpur dibuang dari kapal.

Proyek pengerukan ini diperkirakan rampung 30 Oktober mendatang. Jika pekerjaan ini selesai, kedalaman ambang luar C2 dan C3 serta Selat Jaran bisa mencapai 6-7 meter saat posisi air surut. “Kapal berukuran draf tujuh bisa melintasi alur pelayaran tersebut,” ucapnya.

Dari hasil survei yang dilaksanakan Adpel setiap tahunnya, diketahui ada beberapa titik alur pelayaran yang dangkal. Di antaranya, ambang luar Sungai Musi (C2 dan C3), utara dan selatan Payung, penyeberangan Upang, Selat Jaran, Muara Kumbang serta Sungai Lais.

Sebenarnya, kata Bakri, pelaksanaan pengerukan tersebut tidaklah optimal untuk mengatasi masalah sedimentasi di muara Sungai Musi. Pasalnya, sedimentasi di muara Sungai musi sebagai lokasi pertemuan arus Sungai Banyuasin dan Sungai Musi sangatlah tinggi.

“Diperkirakan, tingkat sedimentasinya mencapai 20 cm per bulan. Artinya, bila pengerukan dilakukan satu tahun sekali, pendangkalannya sekitar 2, 4 meter,” bebernya. Karena itu, sudah semestinya Adpel Palembang memiliki kapal keruk sendiri sehingga pengerukan alur pelayaran bisa dilakukan lebih sering. ”Harga kapal keruk sangat mahal sehingga jumlah yang ada sekarang sangat minim,” tambahnya. Sementara itu, Kasubdit Pengerukan Ditjen Perhubungan Laut, Ir Erlan Abbas MM mengatakan, hari ini pihaknya berencana akan meninjau pelaksanaan pengerukan ketiga lokasi tersebut. (yud/ce2)

Sumatera Ekspres, Jumat, 12 Oktober 2012

Jumat, 05 Oktober 2012

Ikut Kontes ACI, Bandara SMB II Pertahankan Ciri Khas



Promo Lewat Tenant, Hadirkan Miniatur Ampera
RAMAI: Pengunjung melihat salah satu tenant Tourism dan Cultural Office Center Dinas Kebudayaan yang ada di Bandara SMB II

Bandara Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II, tempat strategis dan dikonsep menjadi kawasan bisnis baru. Ini sejalan dengan keinginan untuk meningkatkan jumlah penumpang, pelayanan, dan keunikan layanan publik tersebut. Seperti apa?

--------------------------
ARDILA WAHYUNI - Palembang
--------------------------



PAGI itu, suasana di Bandara Internasional SMB II terlihat begitu teratur. Di luar gedung, parkir tertata dan tak ada kesan semrawut. "Memang harus bersih terus, mas. Pelayanan juga harus cepat. Apalagi, sekarang kita (Bandara SMB II) tengah mengikuti Lomba Bandara Internasional yang digelar ACI (Airport Council International)," ujar seorang cleaning service sambil tersenyum.

Setidaknya, ada lima klasifikasi lomba. Hanya yang jadi prioritas adalah lomba soal jumlah penumpang, pelayanan, dan keunikan bandara.

Pantauan Sumatera Ekspres, manajemen Bandara SMB II terus berbenah. Setidaknya, proyeksi awal tidak hanya menjadi tempat transit para penumpang pesawat saat melakukan lalu lintas udara, tapi juga kawasan bisnis baru di Palembang kini tengah bertranformasi sangat apik. Dimana, tidak hanya menghadirkan tenant berbasis pada bisnis, tapi juga tenan yang melambangkan ciri khas Palembang.

Salah satunya, tenan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Palembang serta Provinsi Sumsel hadir sangat unit. Desainnya terbuat dari ukiran khas Palembang. Selain itu, tenan kerajinan songket, batik, dan suvenir berjejar rapi di ruang tunggu keberangkatan SMB II.

Nah, satu sisi bandara terdapat miniatur Jembatan Ampera yang merupakan landmark Kota Palembang. Semakin mengukuhkan SMB II sebagai bandara yang berusaha menghadirkan nuansa alami Palembang.

"Di SMB II ada puluhan tenant. Konsep yang ditawarkan beragam mulai dari kafe, rumah makan, minimarket, dan lainnya," ungkap Rubianto T SSos, personel and GA junior manager PT Angkasa Pura II (Persero) kantor Cabang Palembang, kemarin.

Dikatakan, dari puluhan tenant tersebut menghadirkan tenant dengan ciri khas Sumsel dan kota Palembang, seperti batik, songket, makanan khas dan kerajinan. "Itu tadi, mayoritas punya ciri khas kota Palembang," ujarnya lagi.

Tujuannya, kata Rubianto, untuk men-support dan mempromosikan kebudayaan Palembang yang sangat beragam. Apalagi, bandara merupakan sarana yang tepat karena lebih mengedepankan tenant yang mengandung nilai kebudayaan.

Bahkan, kata Rubianto, pihaknya membuat miniatur jembatan ampera tepat di musala bandara yang merupakan landmark kota Palembang. “Miniatur Jembatan Ampera merupakan sambutan bagi para turis yang melancong ke Palembang,” jelasnya.

Dikatakan, kehadiran tenant-tenant tersebut sangat membantu SMB II yang tengah mengikuti kontes bandara internasional yang digelar ACI. "Jadi, nilai plus SMB II,” bebernya. Ke depan, pihaknya akan memperbanyak tenant, melambangkan ciri khas kota Palembang khususnya tenant hasil kerajinan kota seperti suvernir dan ukiran.

Efran, pengelola tenant Tourism dan Cultural Office Center Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang mengatakan, tenant-nya hadir memang untuk membantu para turis yang akan melancong di Metropolis. Terutama yang membutuhkan informasi destionation (tujuan) wisata. Di samping, memperkenalkan keunikan kebudayaan yang menjadi ciri khas Palembang.

Sejak hadir 2006, kata Efran, tenant sangat direspons positif dan pastinya membantu promosi kebudayaan kota Palembang. Bahkan setiap hari pasti dikunjungi oleh para turis baik domestik maupun internasional yang mencari tempat wisata kota Palembang. “Kami menyiapkan booklet dan leaflet yang membahas tempat wisata di Palembang baik yang merupakan wisata sejarah, kuliner, kerajinan hingga religi,” pungkasnya. (*/ce2)

----------------------------------------
Sumatera Ekspres, Jumat, 5 Oktober 2012
----------------------------------------

Jumat, 28 September 2012

Parkir Pararel Batal


PARKIR: Rencana Dishub Kota Palembang untuk melakukan uji coba parkir pararel di Jl Sudirman batal batal dilaksanakan pada September ini. Parkir sudut yang yang dilakukan sejumlah kendaraan roda empat seringkali membuat arus lalu lintas terganggu danmenimbulkan kemacetan

Butuh 5 Tahun Ubah Sistem Parkir


PALEMBANG – Rencana Dinas Perhubungan kota ini berkerja sama dengan Deutsche Gesellschaft fur Internationale Zusammaenarbeit (GIZ) untuk melakukan uji coba parkir pararel di Jl Sudirman sepanjang 2 km batal dilakukan September ini. Kendalanya, infrastruktur pendukung seperti rambu-rambu dan marka jalan parkir belum siap.

Kadishub Kota Palembang, Masripin Thoyib menegaskan, pihaknya terus berkoordinasi dengan GIZ soal pembatalan tersebut. "Kalau kita sebenarnya ingin cepat, tetapi karena keterbatasan jadi kita akan bahas ulang,” jelasnya kepada wartawan.

Untuk diketahui, parkir dilakukan mulai dari Bundaran Air Mancur hingga simpang Charitas. Selama ini, kendaraan biasanya parkir dengan kemiringan sekitar 45 derajat. Nah, nanti menjadi 180 derajat. “Selama ini parkir sudut di Jl Jenderal Sudirman, mengganggu ruang yang diprioritaskan untuk BRT (Bus Rapid Transmusi). Nah, dengan parkir pararel maka ruang untuk BRT tidak terganggu,” jelasnya. Lagian, menurut UU No 22/2009 dan PP No 32/2011 dilarang parkir on street pada jalan nasional.

“Jika hasil evaluasi pada uji coba parkir paralel baik, kemungkinan sistem parkir tersebut dapat diterapkan permanen di tempat lain seperti Central Business Distric (CBD). Tepatnya, sekitar 16 Ilir, Jalan Kapten A Rivai, dan Jalan Veteran,” ungkapnya.

Tahap awal, kemungkinan Dishub akan memanggil juru parkir (jukir) bertugas di Jalan Jenderal Sudirman untuk diberikan pengarahan tentang cara menerapkan parkir pararel. Jumlah jukir tersebut sekitar 100 orang.

Selain itu, terang Masripin, sistem parkir memang mengurangi jumlah kendaraan yang parkir. “Otomatis PAD akan berkurang, tetapi hal itu sudah kita konsultasikan dengan DPRD kota. Hal itu resiko, tetapi demi mengurangi kemacetan di kota maka harus kita lakukan. Harapan lalu lintas menjadi lancar, tertib, dan kemacetan bisa berkurang,” ungkapnya.

Pengelolaan parkir di Palembang, terang Masripin, memang perlu dikelola dengan baik sehingga tata Kota Palembang semakin baik. “Kita siap mendukung dan berkoordinasi dengan GIZ. Yang jelas, kita ingin pengelolaan parkir di Palembang semakin baik. Sebab, kota kita terus mengalami kemajuan pesat. Bila tidak dikelola dengan baik bisa timbul masalah baru,” bebernya.

Sementara itu, konsultan GIZ Arimbi Jinca mengaku belum mau menjelaskan rencana parkir pararel itu lebih jauh. “Saya belum bisa mengatakan rencana itu. Karena besok (hari ini, red) kita akan kembali menggelar rapat intern. Kita pun ingin secepatnya pengelolaan parkir pararel dapat berjalan,” bebernya.

Yang jelas dalam waktu dekat ini, terang Arimbi, pihaknya merencanakan akan mendatangkan tenaga ahli GIZ yakni Paul Barter yang bakal melakukan proses pendampingan implementasi. “Rencana tenaga ahli itu datang pada 1-3 Oktober mendatang,” jelasnya. Pihaknya terus melakukan diskusi dan pemantapan rencana parkir pararel itu bersama Dishub Kota Palembang.

Sebelumnya, Arimbi mengatakan untuk mengubah sistem parkir di kawasan terlarang, tidak bisa dilakukan secara spontanitas. Paling tidak butuh waktu 5 tahun. “Dan sebaiknya, untuk pengelolaannya (parkir) harus dilakukan pihak ketiga. Salah satu perusahaan daerah yang tertarik untuk mengelola parkir ini adalah SP2J (Sarana Pembangunan Palembang Jaya),” ungkapnya.

Selain itu, program lain GIZ juga berencana akan memetakan zona parkir di sepanjang Jalan Jenderal Sudirman. "Kita juga akan memanfaatkan lahan tidur di pusat kota untuk dijadikan lahan parkir," pungkasnya. (cj7/ce2)

Sumatera Ekspres, Jumat, 28 September 2012

Nomor Satu Pengembang BRT


Pelopor: Kota Palembang menjadi yang nomor satu pengembang BRT. Saat ini, armada Transmusi sendiri mencapai 120 unit

Tahun ini, Kota Palembang menuai banyak penghargaan dalam hal pelayanan publik. Torehan penghargaan tersebut tidak terlepas dari kepemimpinan Wali Kota Palembang Ir H Eddy Santana Putra MT. Bahkan, tak jarang banyak daerah dan provinsi yang "berguru" ilmu ke Kota Pempek ini.

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -



Salah satu di antara prestasi dibidag publik tersebut, Palembang berhasil meraih penghargaan Wahana Tata Nugraha (WTN) 2011. Palembang dinilai berhasil mengembangkan sistem trasportasi dan perhubungan melalui kehadiran Bus Rapit Transit (BRT) Transmusi.

Penghargaan langsung diserahkan oleh Menteri Perhubungan (Menhub) RI, EE Mangindaan, kepada Wali Kota Palembang Ir H Eddy Santana Putra MT di ruang Mataram Kementerian Perhubungan Jakarta, 29 Mei lalu. Ikut mennyaksikan perwakilan Wali Kota dan Bupati se-Indonesia. Pengharaan tersebut merupakan ketiga kalinya diraih setelah sebelumnya Palembang mendapat plakat dan Piala WTN bidang transportasi.

Bahder Johan, Direktur Utama PT Sarana Pembangunan Palembang Jaya (PT SP2J) -- perusahaan yang membawakan salah satu unit usaha BRT menjelaskan, pada setiap pertemuan forum transportasi se-Indonesia, Transmusi selalu menjadi perbincangan bagi daerah lain. "Kita nomor satu dalam hal pengembang BRT. Jumlah armada kita paling banyak dibandingkan daerah lain. Alhamdulillah berkat komitmen Wali Kota Eddy Santana sehingga secara bertahap kita terus menambah armada," jelasnya.

Saat ini, Bahder mengatakan, jumlah armada Transmusi sudah 120 unit. Padahal awalnya, pemerintah kota mempunyai 25 unit armada. Tahun depan, pihaknya berencana menambah 80 unit Transmusi kembali.

Wali Kota Palembang Ir H Eddy Santana Putra menjelaskan, sebelumnya Pemkot meraih plakat WTN bidang transportasi. Nah, tahun ini dapat WTN dua bidang, yakni lalu lintas dan transportasi. "Apa yang diraih merupakan hasil kerja keras semua pihak dan masyarakat Kota Palembang," jelasnya.

Eddy berharap, penghargaan dapat terus dicapai pada tahun berikut. "Sekarang kita terus memperbaiki koneksitas modal transportasi, seperti jalan, sungai, kereta api, dan udara. semua koneksitas itu sebentar lagi akan selesai." (cj7/ce4)






Apa Kata Mereka.....?



Kuliah Naik Transmusi
Transmusi sudah menjadi pilihan bagi masyarakat Palembang untuk menjalani aktivitas sehari-hari, dari pelajar hingga mahasiswa, tak terkecuali para oranngtua. kondisi di dalam bus yang nyaman dan bersih menjadi menjadi alasan utama sebagian masyarakat memilih Transmusi dibandingkan bus kota dan angkot.

Mutiara (19), mahasiswi Bina Husada Angkatan 2011 mengaku senang dengan keberadaan Transmusi di Palembang.

"Wah, saya sudah sejak kuliah selalu pergi dan pulang naik Transmusi, Kak," ujarnya ketika menunggu di halte BRT Transmusi depan Masjid Agung Palembang, kemarin.

Alasannya? Tiara, sapaan akrabnya, mengatakan, naik Transmusi itu aman, nyaman, dan bersih. (cj7/ce4)

Tidak Kejar Setoran
Tabroni AK (40), sopir BRT Transmusi mengatakan, sangat nyaman dan enjoy dalam menjalankan profesinya sebagai sopir Transmusi. Dia memulai profesi tersebut sejak 2009 melalui proses seleksi yang diakuinya sagat ketat.

"Alhamdulillah, kerjanya nyaman dan tidakk kejar setoran, mas," ujar Tabroni yang sebelumnya adalah sopir bus kota jurusan Kertapati-Alang-Alang Lebar itu. Diakuinya, kepemimpinan Wali Kota Eddy Santana Putra sudah bagus karena memperhatikan permasalahan masyarakat, khusunya di bidang transportasi.

Ke depan, pria kelahiran Baturaja Bungin OKUT 15 Juli 1972 itu, menuturkan akan tetap menjalani profesi sebagai sopir Transmusi. "Saya senang dpat melayani masyarakat dengan menjadi sopir Transmusi," bebernya. (cj7/ce4)

Jangan Terlena
Pengamat transportsi Universitas Sriwijaya, Dr Erika Buchari, mengingatkan penghargaan Wahana Tata Nugraha (WTN) 2011 yang diperoleh Palembang jangan sampai membuat pemerintah kota terlena. Penghargaan itu hendaknya semakin meningkatkan pengawasan terhadap transportasi yang ada.

"Boleh bangga, tapi evaluasi tetap jalan," imbuhnya.

Dikatakan, monitoring terhadap lalu lintas perlu lebih diperhatikan, terutama Jembatan Ampera. Saat ini frekuensi kendaraan yang melintas sudah ramai sehingga keberadaan jembatan penunjang perlu perlu direalisasikan untuk mengantisipasi kemacetan di Jembatan Ampera. "Lihat saja, satu saja mobil mogok di atas Jembatan Ampera, pasti terjadi macet panjang. Dampaknya, kendaraan numpuk di atas jembatan dan itu menjadi beban Ampera," ujarnya.

Terkait kampanye transportasi hijau dengan perluasan lajur sepeda yang diterapkan Pemkot Palembang, Erika mengaku, sepakat dengan program tersebut. "Sekarang Palembang butuh pengadaan transportasi hijau. Kita talah lama meminta pemerinta Palembang untuk menggalakkan transportasi hijau," pungkasnya. (cj7/ce4)

Sumatera Ekspres, Selasa, 25 September 2012

Kamis, 27 September 2012

Dari Becak China Hingga Trans Musi


Melirik Transportasi Palembang Dari Masa ke Masa
Sistem transportasi selalu berubah. Terus mengalami kemajuan seiring perkembangan zaman. Yang tengah dikembangkan Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang saat ini, Trans Musi. Yang kini menggerus bus kota dan menggusur angkutan kota (angkot) ke pinggiran. Melirik ke belakang, transportasi di Palembang sudah beberapa kali mengalami evolusi. Bahkan, sebelum era kemerdekaan, ternyata ada juga yang namanya becak China. Seperti apa perkembangan transportasi di kota empek-empek in dari masa ke masa?

Dari catatan kecil dibuat penjajah Belanda, kota Palembang awal abad ke-19 disebut dengan kota air. Dibelah sungai Musi, lebih dari 100 anak sungai mengaliri kota ini. Sebutan Venice of The East atau Venezia dari Timur pun melekat. Karena keadaan Palembang tak ubahnya kota air seperti Venezia, Italia.

Faktor sungai yang menjadi urat nadi inilah yang membuat kehidupan masyarakat tinggal di pinggiran sungai. Pendek kata, ketika jalur transportasi darat belum berkembang, sejak zaman Kesultanan Palembang Darussalam, transportasi wong Plembang lebih dominan menggunakan jalur air.

Dari satu tempat ke tempat lainnya, masyarakat lebih banyak menggunakan perahu dengan menelusuri anak-anak sungai Musi. Pemandangan pasar terapung layaknya di Banjarmasin Kalimantan Selatan (Kalsel, red) masih cukup banyak diingat bagi kalangan tertentu.

“Kalau dulu, yang jualan model, tekwan, sayur sampe duren itu masih banyak di perahu,” celetuk, Ali Hanafiah SH, Sejarah dan budayawan Palembang kepada Sumeks Minggu, ditemui Rabu (19/10) lalu.

Angkutan air skala besar, zaman Belanda terdapat kapal Mary serta Kapal Roda Lambung. Yang mengangkut penumpang dari kawasan Kertapati, Plaju hingga Sungai Gerong.

Moda transportasi air ini lanjut Ali Hanafiah yang akrab di panggil Mang Amin usai zaman kemerdekaan masih banyak digunakan. Hingga dibangun serta dioperasionalkanya jembatan Ampera sekitar tahun 1965, yang namanya penggunaan perahu serta jalur transportasi air mulai berkurang.

“Paling yang masih terlihat saat ini perahu Kajang. Digunakan orang luar Palembang untuk mengangkut hasil perkebunan ke Palembang. Bentuk perahunya besar dengan atap,” ungkapnya.

Transportasi darat sendiri mulai berkembang awal tahun 1920. Ketika penjajah Belanda secara sporadis menimbun anak-anak sungai, mendukung moda transportasi ini. Hanya saja, pada masa Belanda belum terdapat angkutan umum.

Yang namanya angkutan seingat Mang Amin yang kini menjabat sebagai Kepala UPTD Museum Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II masih berupa becak. Bukan juga becak roda tiga yang dikayuh dari belakang. Namun becak roda dua yang ditarik oleh orang China dengan ciri khas rambut berkuncir.

Itulah sebabnya, transportasi yang satu ini disebut dengan becak China. Operasinya berada di pasar 16 Ilir dan sekitarnya. Menarik kalangan pribumi berada serta None None Belanda. Becak China, diperkirakan beroperasi tahun 1920 hingga 1940.

“Penarik becak ini memang seluruhnya orang China. Pada masa Kesultanan Palembang, orang China dianggap sebagai pendatang, tinggalnya saja di rumah rakit,” ungkap Mang Amin.

Setir di Kiri, Hidupkan Mesin Diengkol
Usai zaman kemerdekaan, ketika teknologi dan jalur darat mulai berkembang, sistem transportasi pun berevolusi. Adalah jeep Willys asal Amerika yang dijadikan angkutan umum oleh wong Plembang. Dulunya angkutan ini disebut dengan Taksi. Kini, angkutan yang sudah hampir hilang ini disebut dengan ketek.

Nah, konon nama ketek disematkan pada mobil diproduksi pada perang dunia ke II ini karena suaranya seperti perahu ketek di sungai Musi “tek, tek, ktek, ketek”. Jalanya pun lambat seperti ketek sungai. Padahal, saat itu naik kendaraan itu bagi banyak kalangan sudah termasuk “ngerot” alias hebat.

Di jalan Sosial Km 5, Ampera 3-4 Ulu, Sekojo-Lemabang, Ampera Tangga Takat, tahun 1980 an angkutan ini masih banyak dijumpai. Masuk awal tahun 2000, angkutan ini seperti raib ditelan bumi. Sulitnya mencari onderdil, borosnya bahan bakar diyakini penyebab tak digunakannya lagi mobil ketek.

Pada masa mobil ketek ini, ada angkutan lain jenis Chevrolet. Bentuknya seperti sedan namun dengan body mini bus. Baik mobil ketek serta Chevrolet ini terbilang unik. Karena buatan Amerika, setir berada dibagian kiri. Untuk menghidupkannya pun mesti diengkol dengan tangan searah jarum jam.

Tahun 1980an, ketika teknologi mulai berkembang, munculah jenis angkutan baru. Produk Jepang, Toyota Hi-Ace masuk. Bentuknya body panjang, masih banyak menggunakan kayu dan tanpa kepala. Kendaraan ini banyak digunakan pada trayek Plaju Ampera serta Kertapati Ampera.

Tahun 1990an, muncul lagi jenis terbaru Toyota Kijang. Pada masa yang sama kemudian muncullah yang namanya bus kota. Saat awal muncul bus kota sempat disebut sebagai kemajuan. Saat ini, bus kota mulai ditinggalkan. Pemkot Palembang pun mulai menggalakan penggunaan Trans Musi yang lebih nyaman dengan Air Conditioner (AC). “Yang pasti, angkutan itu tergerus oleh kemajuan zaman,” tandas Mang Amin. (wwn)

Written by: samuji Selasa, 25 Oktober 2011 12:53 | Sumeks Minggu

Kehidupan Rumah Rakit Zaman Kesultanan



Khusus Warga Pendatang, Bermasalah Rumah Dihanyutkan, Rumah rakit, mungkin bisa dikatakan sebagai rumah tertua di kota Palembang. Diperkirakan, rumah yang mengapung di pinggiran sungai Musi ini telah ada pada zaman Sriwijaya. Saat ini, rumah rakit ini diakui sebagai penunjang pariwisata. Hanya saja, melirik ke belakang pada zaman Kesultanan Palembang Darussalam, rumah rakit ternyata khusus diperuntukan bagi warga pendatang, terutama Warga Negara Asing (WNA). Apa sebab?

Bicara peradaban Palembang tak dapat dipisahkan dengan sungai Musi. Sungai ini merupakan kehidupan vital wong kito sejak berabad-abad lalu. Nah, salah satu peradaban tertua yang sudah ada sejak zaman Sriwijaya adalah rumah rakit.

Dikatakan rumah rakit, karena pondasinya terbuat dari bambu. Bahan utama membuat rakit. Bahan bambu inilah yang membuat rumah rakit bisa mengapung. Naik serta turun, tergantung pasang surut sungai.

“Bahan lain bisa dikatakan murah meriah. Menunjukan budaya lokal zaman dulu,” ungkap Kms Aripanji SPd MSi, Sekretaris Masyarakat Sejarawan Indonesia cabang Sumsel kepada Sumeks Minggu, dibincangi Rabu (26/10) lalu.

Maksudnya, dengan rumah rakit ini, masyarakat yang hendak mendirikan rumah tidak perlu melakukan penimbunan seperti sekarang ini. Yang dapat menggangu ekosistem dan menimbulkan banjir karena berkurangnya daerah resapan air. Keuntungan lain, tentu saja pemiliknya bisa memindahkan rumah ke daerah lain dengan cara dihanyutkan.

Nah, rumah rakit sendiri disusun dari batangan bambu, dipasang lantai papan dengan penyangga tiang pendek. Sehingga, meski berada diatas sungai, lantai rumah tidak kemasukan air. Rumah ini pun bisa disebut “anti banjir”.

Barulah di sudut atas di pasang tiang penyangga untuk menyusun dinding rumah serta menegakan atap. Atap rumah rakit sendiri sejak zaman dulu menggunakan nipah. Saat ini banyak digunakan seng atau seng berbentuk genteng yang bahannya ringan. Agar tidak hanyut ke hilir atau hulu, ditancapkan tiang di tiap sudut rumah. Lalu tiang diikat ke sudut rumah.

Aturan Bernuansa Politik
Masalah rumah rakit diyakini Aripanji telah ada sejak zaman Sriwijaya, abad 7 hingga 14. Termasuk pada masa Kerajaan Palembang, 14 hingga 17 serta pada masa Kesultanan Darussalam abad 17 hingga 19.

Hanya saja, masalah rumah lebih dikenal pada masa Kesultanan. Ini tak lepas dari kebijakan dibuat pada masa itu. Kebijakan tersebut dikatakan Aripanji sebagai kebijakan atau aturan bernuansa politis.

Yakni, menempatkan para pendatang khususnya Warga Negara Asing (WNA) untuk tinggal di rumah rakit. Seperti warga China serta Belanda. Sedangkan penduduk pribumi saat itu tinggal didaratan. Atau pinggiran sungai dengan tiang rumah sudah menyentuh daratan.
“Berbeda dengan orang Arab. Pada masa Kesultanan mereka dimuliakan. Banyak dijadikan guru, menantu atau panglima perang. Ini juga karena ada kesamaan qaidah (agama Islam, red),” ungkap Ari.

Didiskrimanasinya para pendatang pada masa Kesultanan lanjut Ari karena adanya kecurigaan. Seperti bangsa Belanda yang sudah sejak lama terkenal hendak menjajah Indonesia.

“Kalau orang China itu dicurigai karena kedekatannya sama Belanda. Tapi itu kan karena masalah perdagangan saja, “ ujarnya cepat.

Dengan tinggalnya para pendatang serta WNA ini diatas rumah sakit, secara otomatis, Kesultanan dapat secara mudah melakukan pengontrolan. Mereka bermasalah, tali pengikat rumah rakit tinggal dipotong, rumah itu pun bakal hanyut.

Hanya saja, Belanda dapat melakukan pendekatan dengan Kesultanan hingga dapat mendirikan sebuah loji (kantor dagang,red) di sungai Aur. “Kemudian, mereka juga menepi dan tinggal di darat,” jelasnya.

Sejak Belanda berhasil menguasai Kesultanan Palembang, keadaan berubah. Usai kemerdekaan hingga kini, jumlah rumah rakit dipastikan berkurang. Rumah rakit pun tak lagi kesannya tempat orang diasing atau terpinggirkan. Yang tak banyak berubah, rumah rakit banyak digunakan sebagai tempat berdagang. Yang dulunya banyak dilakukan orang-orang China. (wwn)

Written by: samuji Selasa, 01 November 2011 11:57 | Sumeks Minggu

Senin, 20 Agustus 2012

Bab I : Banjir Nabi Nuh



Sebagaimana Banjir Nuh itu juga dikisahkan dalam hampir seluruh kebudayaan manusia, banjir Nuh adalah salah satu dari sekian banyak contoh kisah-kisah yang paling banyak diuraikan dalam al-Qur'an. Kengganan umat Nabi Nuh terhadap nasehat dan peringatan dari Nabi Nuh, bagaimana reaksi mereka terhadap risalah Nabi Nuh, serta bagaimana peristiwa banjir selengkapnya terjadi, semuanya diceritakan dengan sangat detail dalam banyak ayat al-Qur'an.

Nabi Nuh diutus untuk mengingatkan umatnya yang telah meninggalkan ayat-ayat Allah dan menyekutukanNya, dan menegaskan kepada mereka untuk hanya menyembah Allah saja dan berhenti dari sikap pembangkangan mereka. Meskipun Nabi Nuh telah menasehati umatnya berkali-kali untuk mentaati perintah Allah serta mengingatkan akan murka Allah, mereka masih saja menolak dan terus menyekutukan Allah.

Tentang bagaimana kejadian itu berkembang, dilukiskan dengan jelas dalam ayat-ayat berikut:

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya. Lalu ia berkata “Hai kaumku, sembahlah oleh kamu Allah, (karena) sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. Maka mengapa kamu tidak bertakwa (kepadaNya)?”. Maka pemuka-pemuka orang yang kafir di antara kaumnya menjawab: “Orang ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu , yang bermaksud hendak menjadi seorang yang lebih tinggi dari kamu . Dan kalau Allah menghendaki , tentu Dia mengutus beberapa orang malaikat. Belum pernah kami mendengar seruan (seruan yang seperti) ini pada masa nenek moyang kami yang dahulu. Ia tidak lain hanyalah seorang laki-laki yang berpenyakit gila , maka tunggulah (sabarlah) terhadapnya sampai suatu waktu. Nuh berdoa, “Ya Tuhanku, tolonglah aku karena mereka mendustakanku” (QS. Al-Mukminun : 23-26)



Sebagaimana dikemukakan dalam ayat-ayat tersebut, pemuka masyarakat di sekitar Nabi Nuh berusaha menuduh bahwa Nabi Nuh telah berusaha untuk munjukkan superioritasnya atas masyarakat lingkungannya, mencari keuntungan pribadi seperti status sosial, kepemimpinan dan kekayaan......

Karena itulah, Allah menyampaikan pada Rasulullah Nuh bahwa mereka yang menolak kebenaran dan melakukan kesalahan akan dihukum dengan detenggelamkan, dan mereka yang beriman akan diselamatkan.Maka, pada saat hukuman datang, air dan aliran yang sangat deras muncul dan menyembur dari dalam tanah, yang dibarengi dengan hujan yang sangat lebat, telah menyebabkan banjir yang dahsyat. Allah memerintahkan kepada Nuh untuk "menaikkan ke atas berahu pasangan-pasangan dari setiap species, jantan dan betina, serta keluarganya”. Seluruh manusia di daratan tersebut ditenggelamkan ke dalam air, termasuk anak laki-laki Nabi Nuh yang semula berpikir bahwa dia bisa selamat dengan mengungsi ke sebuah gunung yang dekat. Semuanya tenggelam kecuali yang dimuat di dalam perahu bersama Nabi Nuh. Ketika air surut di akhir banjir tersebut, dan "kejadian telah berakhir", perahu terdampar di Judi, yaitu sebuah tempat yang tinggi, sebagaimana yang diinformasikan oleh Qur'an kepada kita.

Studi arkeologis, geologis, dan studi historis menunjukkan bahwa insiden tersebut terjadi dengan cara yang sangat mirip dan berhubungan dengan informasi al-Qur'an. Banjir tersebut juga digambarkan secara hampir mirip di dalam beberapa rekaman atas peradaban-pertadaban masa lalu di dalam banyak dokumen sejarah, meski ciri-ciri dan nama-nama tempat bervariasi, dan "seluruh apa yang terjadi pada sebuah asbak manusia" disajikan untuk manusia saat ini dengan tujuan sebagai peringatan.

Di samping dikemukakan dalam Perjanjian Lama, kisah tentang banjir Nuh ini diungkap dengan cara yang hampir mirip dalam rekaman-rekaman sejarah Sumeria dan Assiria-Babilonia, dalam legenda-legenda Yunani, dalam Shatapatha, Brahmana serta epik-epik dalam Mahabarata dari India, dalam beberapa legenda dari Welsh di British Isles, di dalam Nordic Edda, dalam legenda-leganda Lituania, dan bahkan dalam cerita-cerita yang berasal dari Cina.

Bagaimana mungkin bisa terjadi, cerita-cerita yang sebegitu detail dan konsisten bisa didapat dari daratan-daratan yang secara gegografis dan kultural berbeda jauh, yang saling berjauhan letaknya baik antara satu tempat dengan tempat yang lainnya, maupun dari tempat-tempat tersebut dengan tempat terjadinya banjir?.

Jawabannya sangat jelas: fakta bahwa peristiwa yang sama, yang saling berkaitan dalam berbagai rekaman sejarah berbagai bangsa tersebut, yang mana sangat kecil kemungkinannya bahwa mereka bisa saling berkomunikasi (mengingat masih rendahnya peradaban masa itu), itu semua merupakan bukti yang sangat gamblang bahwa orang-orang dari berbagai bangsa itu menerima pengetahuan tentang banjir itu dari sebuah sumber Ilahiah. Nampaknya bahwa banjir Nuh, salah satu dari tragedi yang paling besar dan destruktif sepanjang sejarah itu, telah diriwayatkan oleh banyak Nabi yang diutus ke berbagai peradaban bangsa-bangsa dengan tujuan untuk memberikan sebuah contoh atau I’tibar. Dengan demikian bisalah dipahami dengan mudah bahwa berita tentang banjir Nuh itu tersebar dalam berbagai budaya di dunia.

Namun, di balik diriwayatkannya kejadian itu dalam berbagai budaya dan sumber-sumber ajaran berbagai agama, cerita banjir dan tragedi yang terjadi pada masa Nabi Nuh itu telah mengalami perubahan yang cukup banyak dan telah terpendar dari kisah aslinya dikarenakan kepalsuan berbagai sumber ceritanya, pemindahan cerita dengan cara yang tidak benar, atau bahkan mungkin dikarenakan memang sengaja dilakukan untuk suatu tujuan-tujuan yang tidak baik. Riset menunjukkan bahwa, di antara sekian banyak riwayat tentang banjir Nuh yang secara mendasar masih berkaitan namun dengan berbagai perbedaan, satu-satunya penggambaran (periwayatan) yang paling konsisten hanya satu, yakni di dalam Al-Qur’an.

Nabi Nuh dan Banjir dalam al-Qur’an



Banjir Nuh disebutkan dalam banyak ayat di dalam al-Qur’an. Di bawah ini bisa dilihat ayat-ayat yang disusun berdasarkan urut-urutan peristiwa banjir tersebut:

Nabi Nuh Menyeru Kaumnya pada Agama Kebenaran



Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnyalalu ia berkata: “Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selainNya”. Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat)”. (QS. Al-A’raf: 59)



"Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan-ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam. Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku." (QS. Asy-Syuara’: 107-110)



"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya. Lalu ia berkata “Hai kaumku, sembahlah oleh kamu Allah, (karena) sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. Maka mengapa kamu tidak bertakwa (kepadaNya)?” (QS. Al-Mukminun: 23)



Peringatan Nabi Nuh kepada kaumnya untuk Menghindari Hukuman dari Allah Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan memerintahkan):

“Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepadanya azab yang pedih” (QS. Nuh: 1)



"Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa oleh azab yang menghinakannya dan yang akan ditimpa azab yang kekal." (QS. Hud:39)



"Agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab (pada) hari yang sangat menyedihkan." (QS. Hud: 26)



Pembangkangan kaum Nabi Nuh



"Pemuka-pemuka dari kaumnya berkata: “Sesungguhnya kami memandang kamu berada dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al-A’raf: 60)



"Mereka berkata: “Hai Nuh sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar." (QS. Hud: 32)



Dan mulailah Nuh membuat bahtera . Dan setiap kali pemimpin kaumnya berjalan melewati Nuh, mereka mengejeknya. Berkata Nuh: “Jika kamu mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun) mengejekmu sebagaimana kamu sekalian mengejek (Kami)." (QS. Hud: 38)



"Maka pemuka-pemuka orang yang kafir di antara kaumnya menjawab: “Orang ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu , yang bermaksud hendak menjadi seorang yang lebih tinggi dari kamu . Dan kalau Allah menghendaki , tentu Dia mengutus beberapa orang malaikat. Belum pernah kami mendengar seruan (seruan yang seperti) ini pada masa nenek moyang kami yang dahulu. Ia tidak lain hanyalah seorang laki-laki yang berpenyakit gila, maka tunggulah (sabarlah) terhadapnya sampai suatu waktu." (QS. Al-Mukminun: 24-25)



"Sebelum mereka, telah mendustakan (pula) kaum Nuh maka mereka mendustakan hamba Kami (Nuh) dan mengatakan: “Dia seorang gila dan dia sudah pernah diberi ancaman.” (QS. Al-Qamar: 9)



Penghinaan terhadap para pengikut Nabi Nuh



"Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: “Kami tidak melihat kamu , melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu , melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apapun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta”. (QS. Hud: 27)



"Mereka berkata: “Apakah kami akan beriman kepadamu, padahal yang mengikuti kamu ialah orang-orang yang hina?” Nuh menjawab: “Bagaimana aku mengetahui apa yang telah mereka kerjakan?”. Perhitungan (amal perbuatan) mereka tidak lain hanyalah kepada Tuhanku, kalau kamu menyadari .Dan aku sekali-kali tidka akan mengusir orang-orang yang beriman. Aku (ini) tidak lain melainkan pemberi peringatan yang menjelaskan." (QS. Asy-Syuara’: 111-115)



Peringatan Allah agar Nabi Nuh tidak Bersedih



"Dan diwahyukan kepada Nuh, bahwasanya sekali-kali tidak akan beriman di antara kaummu, kecuali orang yang telah beriman (saja), karena itu janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang selalu mereka kerjakan." (QS. Hud: 36)



Doa Nabi Nuh



"Maka itu adakanlah suatu keputusan antaraku dan antara mereka, dan selamatkanlah aku dan orang-orang yang mukmin besertaku." (QS. Asy-Syuara’: 118)



"Maka dia mengadu kepada Tuhannya : “bahwasanya aku ini adalah orang yang dikalahkan, oleh sebab itu tolonglah (aku)." (QS. Al-Qamar: 10)



"Nuh berkata: “Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang. Maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran)." (QS. Nuh: 5-6)



"Nuh berdoa: “Ya Tuhanku tolonglah aku, karena mereka mendustakan aku.” (QS. Al-Mukminun: 26)



"Sesungguhnya Nuh telah menyeru Kami: Maka sesungguhnya sebaik-baik yang memperkenankan (adalah Kami)." (QS. Ash-Shaffat: 75)

Pembuatan Kapal (Bahtera)



"Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami , dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang zalim itu , sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan." (QS. Hud: 37)



Penghancuran umat Nabi Nuh dengan cara Ditenggelamkan



"Maka mereka mendustakan Nuh, kemudian Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang buta (mata hatinya)." (QS. Al-A’raf: 64)



"Kemudian sesudah itu Kami tenggelamkan orang-orang yang tinggal." (QS. Asy-Syuara: 120)



"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang zalim." (QS. Al-Ankabut: 14)



Dibinasakannya Putera Nabi Nuh



Al-Qur’an sehubungan dengan dengan dialog yang terjadi antara Nabi Nuh dan puteranya, pada tahap-tahap awal dari terjadinya banjir mengungkapkan:

"Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung, dan Nuh memanggil anaknya sedang anak itu berada di tempat jauh terpencil : “Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.” Anaknya menjawab: “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!”. Nuh berkata : “Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang”. Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya ; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan." (QS. Hud: 42-43)



Diselamatkannya Orang-Orang yang Beriman dari Banjir



"Maka Kami selamatkan Nuh dan orang-orang yang besertanya di dalam kapal yang penuh muatan." (QS. Asy-Syuara: 119)



"Maka kami selamatkan Nuh dan penumpang-penumpang bahtera itu dan kami jadikan peristiwa itu pelajaran bagi semua umat manusia." (QS. Al-Ankabut: 15)



Bentuk Fisik dari Banjir yang Terjadi



Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah. Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata airmata air maka bertemulah air-air itu untuk satu urusan yang sungguh telah ditetapkan. Dan Kami angkut Nuh ke atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan paku." (QS. Al-Qamar: 11-13)



"Hingga apabila perintah Kami datang dan ‘dapur’ (permukaan bumi yang memancarkan air hingga meneyebabkan timbulnya taufan) telah memancarkan air, Kami berfirman: “Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman”. Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit. Dan Nuh berkata: “Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya. Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung, dan Nuh memanggil anaknya sedang anak itu berada di tempat jauh terpencil : “Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.” (QS. Hud: 40-42)



"Lalu Kami wahyukan kepadanya : “Buatlah bahtera di bawah penilikan dan petunjuk Kami, maka apabila perintah Kami telah datang dan ‘tannur’ telah memancarkan air, maka masukkanlah ke dalam bahtera itu sepasang dari tiap-tiap (jenis), dan (juga) keluargamu, kecuali orang yang telah lebih dahulu ditetapkan (akan ditimpa azab) di antara mereka. Dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zalim, karena sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan." (QS. Al-Mukminun: 27)



Terdamparnya Perahu di Tempat yang Tinggi



"Dan difirmankan: “Hai bumi tahanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah,” dan airpun disurutkan, perintah pun diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan: “Binasalah orang-orang yang zalim.” (QS. Hud: 44)



I’tibar yang Diambil dari Peristiwa Banjir



Sesungguhnya Kami, tatkala air telah naik (sampai ke gunung) Kami bawa )nenek moyang) kamu ke dalam bahtera, agar Kami jadikan peristiwa itu peringatan bagi kamu dan agar diperhatikan oleh telinga yang mau mendengar." (QS. Al-Haqqah: 11-12)



Pujian Allah terhadap Nabi Nuh



“Kesejahteraan dilimpahkan atas Nuh di seluruh alam”. Sesungguhnya demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik." (QS. Ash-Shaffat: 79-81)



Apakah Banjir itu Bencana Lokal Saja ataukah Global ?



Mereka yang menolak realitas terjadinya Banjir masa nabi Nuh, menopang pendirian mereka dengan menyatakan bahwa banjir global atas seluruh dunia adalah suatu hal yang mustahil. Bukan hanya itu, penyangkalan mereka atas terjadinya banjir yang bagaimanapun bentuknya adalah ditujukan untuk menyerang apa yang telah dikemukakan Al-Qur’an. Menurut mereka, semua kitab yang berasal dari wahyu, termasuk Al-Qur’an, mempertahankan pendirian bahwa banjir Nuh adalah banjir yang global, dan karenanya, seluruh berita itu adalah informasi yang keliru.

Penolakan terhadap pernyataan Al-Qur’an ini tidak benar. Al-Qur’an diwahyukan oleh Allah, dan Al-Qur’an ini merupakan satu-satunya kitab suci yang tidak terubah. Al-Qur’an memandang banjir dengan sudut pandang yang sangat berbeda dibandingkan cara pandang Pentateuch dan legenda-legenda tentang banjir yang lain yang diriwayatkan dalam berbagai kebudayaan. Pentateuch, nama bagi lima buku (kitab) pertama dalam Perjanjian Lama, menyatakan bahwa banjir tersebut bersifal global, menutupi seluruh bumi. Namun, Al-Qur’an tidak memberikan keterangan seperti itu, dan sebaliknya, ayat-ayat yag relevan dengan peristiwa ini membawa pada suatu kesimpulan bahwa banjir itu hanya bersifat regional (menutupi wilayah tertentu) dan tidak menutupi seluruh bumi, dan hanya menenggelamkan umat Nabi Nuh saja yang mereka itu telah diberi peringatan oleh nabi Nuh dan akhirnya membangkang, sehingga mereka dihukum.

Ketika riwayat-riwayat tentang banjir dalam Perjanjian Lama dan riwayat-riwayat sejenis dalam Al-Qur’an diuji, perbedaannya sederhana saja. Perjanjian Lama, yang telah mengalami banyak perubahan dalam penambahan sepanjang sejarahnya, yang karenya tidak bisa dinilai sebagai wahyu yang orisinil, menggambarkan bagaimana banjir berawal dalam uraian sebagai berikut:

“Dan Tuhan melihat bahwa kejahatan manusia di bumi adalah besar, dan bahwa setiap imajinasi dari pikiran-pikiran dalam hatinya hanya selalu perbuatan jahat. Dan ini menjadikan Allah menyesali bahwa Dia telah menciptakan manusia, dan ini menyedihkan hatiNya. Dan Tuhan berkata, “Saya akan membinasakan manusia yang telah saya ciptakan dari permukaan bumi; kedua jenis yang ada, manusia dan binatang, dan segala yang merayap, dan unggas-unggas di udara, yang karena telah mengecewakanKu yang telah mencipatakan mereka. Akan tetapi, (Nabi) Nuh mendapatkan kasih sayang di mata Tuhan” (Genesis, 6: 5-8)

Meski demikian, dalam Al-Qur’an, diperlihatkan dengan jelas bahwa banjir itu tidak meliputi seluruh dunia (bumi), tetapi hanya umat Nabi Nuh yang dihancurkan. Tidak berbeda sebagaimana Nabi Hud diutus hanya untuk kaum ‘Ad (QS. Hud: 50), Nabi Shalih diutus untuk kaum Tsamud (QS. Hud: 61) serta seluruh Nabi kemudian sebelumMuhammad adalah diutus hanya untuk umat mereka saja, Nabi Nuh hanya diutus untuk umatnya dan banjir tersebut hanya menyebabkan punahnya umat Nabi Nuh;

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, (dia berkata): “Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang nyata bagi kamu, agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab (pada) hari yang sangat menyedihkan." (QS. Hud: 25-26)



Mereka yang dimusnahkan adalah orang-orang yang secara total tidak menghiraukan Proklamasi Nabi Nuh akan kerasulannya dan senantiasa menentang. Ayat-ayat yang senada telah menggambarkan dengan cara yang cukup gamblang:

"Maka mereka mendustakan Nuh , kemudian kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang buta (mata hatinya)." (QS. Al-A’raf: 64)



Di samping itu, dalam Al-Qur’an , Allah menegaskan bahwa Dia tidak akan menghancurkan suatu komunitas masyarakat kecuali seorang Rasul telah diutus kepada mereka. Penghancuran terjadi jika seorang pemberi peringatan telah sampai kepada suatu kaum, dan pemberi peringatan itu didustakan. Allah menyatakan hal itu dalam Surat al-Qashash:

"Dan tidak adalah Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum dia mengutus di ibukota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezaliman." (QS. Al-Qashash: 59)



Bukanlah cara Allah untuk mengancurkan suatu kaum yang kepada mereka belum Dia turunkan rasul. Sebagai seorang pemberi peringatan, Nuh hanya diutus untuk kaumnya saja. Karena itu, Allah tidak menghancurkan kaum-kaum yang kepada mereka tidak Dia utus rasul, akan tetapi Allah hanya menghancurkan umat Nabi Nuh.

Dari penyataan-pernyataan dalam al-Qur’an ini, kita bisa memastikan bahwa banjir tersebut adalah bencana yang bersifat lokal, bukannya global (seluruh dunia). Penggalian-penggalian yang dilakukan pada daerah-daerah arkeologis yang diperkirakan sebagai lokasi terjadinya banjir – yang nanti akan kita bahas berikutnya— menunjukkan bahwa banjir tersebut bukanlah sebuah peristiwa global yang mempengaruhi seluruh bumi, akan tetapi merupakan sebuah bencana yang sangat luas yang mempengaruhi bagian tertentu dari wilayah Mesopotamia.

Apakah Seluruh Binatang ikut Dinaikkan ke atas Perahu?



Para penfasir Bibel yakin bahwa Nabi Nuh memasukkan seluruh species binatang yang ada di muka bumi ke atas Perahu dan binatang-binatang itu bisa selamat dari kepunahan karena kebaikan Nabi Nuh itu. Menurut apa yang mereka yakini ini, setiap pasang dari tiap species yang ada di muka bumi juga dibawa bersama ke atas perahu.

Mereka yang mempertahankan pernyataan itu dengan tanpa ragu harus menghadapi kejanggalan-kejanggalan yang serius dalam berbagai hal. Pertanyaan tentang bagaimana berbagai jenis binatang yang diangkut ke atas perahu itu diberi makan, bagaimana mereka ditempatkan di dalam perahu itu (kandang-kandang untuk mereka), atau bagaimana mereka dipisahkan satu dengan lainnya adalah pertanyaan-pertanyaan yang mustahil bisa terjawab. Lagi pula, masih ada beberapa pertanyaan yang tersisa: bagaimana binatang-binatang yang berasal dari berbagai benua (daratan) yang berbeda bisa dibawa bersamaan – berbagai mamalia yang ada di kutub, kanguru dari Australia, atau bison yang Aneh dari Amerika?. Juga, masih adalah berbagai pertanyaan lebih banyak lagi, seperti, bagaimana binatang yang sangat membahayakan – yang berbisa seperi berbagai jenis ular, kalajengking dan binatang-binatang buas – itu semua bisa ditangkap, serta bagaimana mereka bisa bertahan padahal dipisahkan dari habitat alamiahnya untuk suatu waktu hingga banjir itu surut?

Ini adalah berbagai pertanyaan yang dihadapi oleh Perjanjian Lama. Di dalam Al-Qur’an, tidak ada pernyataan yang mengindikasikan bahwa seluruh species binatang di muka bumi dinaikkan ke atas perahu. Dan sebagaimana yang telah ditegaskan sebelumnya, banjir tersebut terjadi dalam sebuah wilayah tertentu saja, sehingga, binatang yang dinaikkan perahu pun hanyalah yang hidup di wilayah di mana umat Nabi Nuh itu tinggal.

Meski demikian, ini adalah bukti bahwa mustahil sekalipun hanya untuk mengumpulkan seluruh jenis binatang yang hidup di wilayah tersebut. Sulit dipikirkan Nabi Nuh beserta sejumlah kecil orang-orang yang beriman yang menyertainya (QS. Hud: 40) pergi menuju ke segala penjuru untuk mengumpulan masing-masing dua ekor dari ratusan species binatang di sekitar mereka. Bahkan, lebih mustahil lagi bagi mereka untuk mengumpulkan berbagai tipe serangga yang hidup di wilayah mereka, serta untuk memisahkan antara yang jantan dan betina!. Ini alasan mengapa yang lebih memungkinkan adalah bahwa yang dikumpulkan itu hanya binatang yang bisa dengan mudah ditangkap dan dipelihara, dan karenanya, binatang tersebut adalah binatang ternak yang secara khusus berguna bagi manusia. Nabi Nuh agaknya memasukkan ke atas perahu binatang binatang sejenis itu, yakni seperti, sapi, biri-biri, kuda, unggas, unta dan sejenisnya, karena inilah binatang-binatang yang dibutuhkan untuk penyangga kehidupan baru bagi di wilayah yang telah kehilangan sejumlah besar prasarana hidup dikarenakan bencana banjir tersebut.

Di sini masalah penting terletak pada bahwa kebijaksanaan Ilahiah dalam perintah Allah kepada Nabi Nuh untuk untuk mengumpulkan berbagai binatang terletak pada arahan untuk menumpulkan binatang-binatang yang dibutuhkan untuk kehidupan baru setelah banjir berakhir daripada untuk kepentingan mempertahankan genus berbagai binatang. Selama banjir itu bersifat lokal, maka kepunahan berbagai jenis binatang tidak akan mungkin terjadi. Agaknya ada kecenderungan bahwa pada masa setelah banjir, berbagai binatang dari wilayah-wilayah lain bermigrasi ke tempat tersebut dan memadati daerah tersebut dengan cara kehidupan lama yang pernah ada. Sehingga yang terpenting adalah bahwa kehidupan bisa dirintis kembali begitu banjir berakhir, dan binatang-binatang yang dikumpulkan (dan diangkut ke atas perahu) adalah dimaksudkan untuk tujuan perintisan kehidupan seperti itu.

Berapa Tinggikah Air Banjir Tersebut?



Perdebatan lain di seputar masalah banjir itu adalah, apakah banjir itu memancar dan menggenang sebegitu tingginya sehingga menenggelamkan gunung?. Sebagaimana telah diberitahukan, Al-Qur’an menginformasikan kepada kita bahwa perahu Nabi Nuh itu terdampat di suati tempat yang bernama “al-Judi” setelah banjir selesai. Kata-kata “judi” secara umum merujuk pada lokasi gunung tertentu, sedangkan kata-kata itu memiliki arti “tempat yang tinggi atau bukit”. Karenanya, hendaknya jangan dilupakan bahwa di dalam Al-Qur’an , “judi” bisa jadi tidak digunakan sebagai nama bagi gunung tertentu, akan tetapi untuk menunjukkan bahwa perahu telah terdampar dan terhenti pada sebuah tempat yang tinggi. Di samping itu, makna dari kata-kata “judi” yang disebutkan di atas mungkin juga memperlihatkan bahwa air bah itu mencapai ketinggian tertentu, tetapi tidak mencapai ketinggian puncak gunung. Dengan kata lain bisa dikatakan bahwa yang paling memungkinkan adalah bahwa banjir itu tidak menenggelamkan seluruh bumi dan seluruh gunung sebagaimana digambarkan dalam Perjanjian Lama, tetapi hanya menggenangi wilayah tertentu saja.

Lokasi Banjir Nuh



Daratan Mesopotamia diduga kuat sebagai lokasi di mana banjir masa Nabi Nuh terjadi. Wilayah ini diketahui sebagai tempat bagi peradaban tertua dalam sejarah. Lagi pula, dengan posisinya yang berada di antara sungai Tigris dan Eufrat, tempat ini sangat memungkinkan untuk terjadinya sebuah banjir yang besar. Di antara fakor penyebab terjadinya banjir kemungkinan adalah bahwa kedua sungai ini airnya meluap dan membanjiri wilayah tersebut.

Alasan kedua mengapa daerah tersebut diduga kuat sebagai tempat terjadinya banjir adalah bukti-bukti historis. Dalam rekamana sejarah berbagai peradaban manusia yang pernah menempati lokasi tersebut, banyak dokumen yang ditemukan telah merujuk pada pernah terjadinya sebuah banjir, dan banjir itu dalam dokumen tersebut disebutkan terjadi dalam sebuah pereode masa yang sama. Setelah menyaksikan pembinasaan kaum Nabi Nuh, peradaban-peradaban tersebut agaknya merasa perlu untuk merekam dalam sejarah mereka, bagaimana banjir itu terjadi, serta bagaimana juga akibat-akibat yang ditimbulkan oleh banjir tersebut. Telah diketahui pula, bahwa mayoritas legenda-legenda yang menceritakan banjir tersebut berasal dari Mesopotamia juga. Yang juga lebih penting bagi kita adalah temuan-temuan arkeologis. Temuan ini memperlihatkan bahwa sebuah banjir besar pernah terjadi di wilayah ini. Sebagaimana yang akan kami bahas secara detail pada halaman-halaman berikutnya, banjir ini telah menyebabkan tertundanya mata rantai perkembangan peradaban untuk selama jangka waktu tertentu. Dalam penggalian-penggalian yang dilakukan, nampak jejak-jejak dari bencana dahsyat tersingkap dari timbunan tanah.

Penggalian-penggalian yang dilakukan di wilayah Mesopotamia telah mengungkap, bahwa berkali-kali dalam sejarah, wilayah ini menderita berbagai macam bencana sebagai akibat dari berkali-kali banjir dan meluapnya Sungai Eufrat dan Tigris. Sebagai misal, pada millenium kedua Sebelum Masehi (SM), pada masa Ibbi-sin, penguasa dari bangsa Ur yang besar, yang berlokasi di sebelah selatan Mesopotamia, sebuah tahun tertentu ditandai dengan “sesudah terjadinya sebuah banjir yang telah melenyapkan garis batas antara surga-surga dan bumi” [I].

Di sekitar tahun 1700 Sebelum Masehi (SM), pada masa kekuasaan Hamurabi dari Babilonia, sebuah tahun dikenang sebagai sebuah masa dimana terjadi di dalamnya insiden “ hujan di kota Eshnunna yang disertai dengan banjir”.Pada abad ke 10 SM, pada masa pemerintahan Nabu-mukin-apal, sebuah banjir terjadi di kota Babilon [II].

Setelah masa kehidupan Isa (Jesus) pada abad ke 7, 8, 10, 11, dan 12, banjir-banjir yang dinilai bersejarah (penting) terjadi dalam wilayah tersebut. Dalam abad ke 20, kejadian yang sama terjadi pada tahun 1925, 1930, dan 1954. [III].

Jelaslah sudah, bahwa wilayah ini telah menjadi obyek bagi terjadinya bencana banjir, dan sebagaimana ditunjukkan dalam Al-Qur’an, bahwa rupa-rupanya sebuah banjir yang massif telah menghancurkan dan membinasakan sebuah komunitas manusia secara keseluruhan.

Bukti-Bukti Arkeologis tentang Banjir



Bukanlah suatu hal yang kebetulan bila masa sekarang ini kita sedang mengungkap jejak-jejak dari mayoritas komunitas manusia yang oleh Al-Qur’an dikatakan telah dibinasakan. Bukti-bukti arkeologis menyajikan fakta, bahwa semakin mendadak kehancuran sebuah komunitas terjadi, semakin memungkinkan bagi kita untuk melacak jejak-jejaknya.

Dalam kasus apabila sebuah peradaban hancur secara tiba-tiba, yang ini bisa saja terjadi karena bencana alam, perpindahan tempat (migrasi) yang mendadak, atau karena perang, jejak-jejak peradaban sering bisa lebih terpelihara. Rumah-rumah yang mereka huni, peralatan-peralatan yang mereka gunakan dalam kehidupan sehari-hari, tidak lama kemudian akan terkubur di bawah bumi. Jadi, jejak-jejak peninggalan mereka itu bisa terpelihara dalam waktu yang lama dan tidak tersentuh oleh manusia, dan itu semua merupakan bukti yang penting tentang sejarah masa lampau bila diungkapkan pada saat sekarang.

Inilah masalah besar sehubungan dengan bukti tentang Banjir masa Nabi Nuh yang telah diungkap pada saat ini. Walaupun peristiwa penghancuran kaum Bani Nuh itu telah terjadi sekitar millenium ketiga sebelum Masehi (SM), banjir itu telah mengakhiri seluruh peradaban untuk jangka waktu tertentu, dan kemudian, menyebabkan lahirnya lagi sebuah peradaban yang baru di daerah tersebut. Jadi, bukti-bukti yang muncul tentang banjir ini telah terpelihara selama ribuan tahun agar kita bisa mengambil pelajaran darinya.

Usaha-usaha penggalian telah dilakukan dalam rangka menginvestigasi peristiwa banjir yang telah menenggelamkan daratan-daratan di wilayah Mesopotamia. Dalam penggalian-penggalian yang dilakukan di wilayah tersebut, di empat kota utama ditemukan jejak-jejak yang menunjukkan bahwa telah terjadi sebuah banjir yang besar. Kota-kota tersebut adalah kota-kota penting di Mesopotamia; Ur, Erech, Kish, dan Shuruppak.

Penggalian-penggalian yang dilakukan di kota-kota ini telah mengungkap bahwa semua dari empat kota ini telah dilanda sebuah banjir pada sekitar millenium ketiga Sebelum Masehi.

Pertama, mari kita lihat penggalian-penggalian yang dilakukan di Kota Ur.

Sisa-sisa tertua dari sebuah peradaban yang tersingkap dari penggalian di kota Ur, yang telah diganti namanya menjadi “Tell al Muqayyar” pada masa sekarang ini, menunjuk pada suatu masa 7000 tahun SM. Sebagai sebuah situs yang pernah menjadi lokasi bagi peradaban-peradaban tertua, kota Ur telah menjadi sebuah wilayah hunian di mana berbagai kebudayaan tampil silih berganti.

Temuan arkeologis dari kota Ur memperlihatkan bahwa di sinilah peradaban telah pernah terputus setelah terjadinya sebuah banjir dahsyat, dan kemudian, peradaban-peradaban baru tampil. R.H. Hall dari British Museum melakukan penggalian yang pertama di tempat ini. Leonard Woolley yang melakukan penggalian meneruskan setelah Hall, yang juga menjadi supervisor (pengawas/pembimbing) penggalian yang secara kolektif diorganisir oleh the British Museum dan University of Pensilvania. Penggalian-penggalian yang dilakukan oleh Woolley, yang telah memberikan pengaruh besar di seluruh dunia, berlangsung dari 1922 sampai 1934.

Penggalian yang dilakukan Sir Woolley mengambil lokasi di tengah-tengah padang pasir antara Baghdad dan Teluk Persi. Pendiri pertama kota Ur adalah orang-orang yang datang dari Mesopotamia Utara dan mereka menyebut diri mereka dengan “Ubaidian”. Pada awalnya, penggalian itu dilakukan untuk menghimpun informasi berkenaan dengan orang-orang tersebut. Penggalian yang dilakukan Woolley digambarkan oleh seorang arkeolog Jerman, Werner Keller, sebagai berikut:

“Kuburan Raja-Raja Ur”- begitu ungkap Woolley dalam kegembiraan besar tatkala menemukan, telah membubuhkan lubang kuburan bagi kejayaan Sumeria, yang kehebatan kekuasaannya telah tersingkap saat skop/cangkul para arkeolog mengenai sebuah tanggul sepanjang 50 kaki di sebelah selatan candi dan ditemukan sebuah deretan panjang dari pekuburan yang sangat menarik. Kubah/kolong batu yang ditemukan benar-benar merupakan peti-peti harta yang berharga, yang dipenuhi dengan piala-piala yang mahal, kendi-kendi dan vas-vas yang dibentuk secara menakjubkan, barang becah belah terbuat dari perunggu, kepingan-kepingan mutiara, lapis lazuli, dan perak yang mengelilingi tubuh-tubuh tersebut, yang telah terbentuk menjadi debu/abu. Barang-barang semacam kecapi dan lyre disandarkan di dinding-dinding. “Hampir hanya dalam sekali” dia kemudian menulis dalam buku hariannya, “penemuan-penemuan dihasilkan yang telah memberikan ketegasan tentang kecurigaan-kecurigaan kami. Tepat di bawah lantai dari salah satu lubang kubur para raja kami menemukan sebuah lapisan abu berbagai tablet tanah liat, yang tertutupi oleh huruf-huruf yang jauh lebih tua dibandingkan dengan prasasti di atas kuburan. Dengan mendasarkan pada sifat dari tulisan yang ada, tablet-tablet tersebut bisa diduga dibuat pada sekitar tahun 3000 SM. Berarti, itu dua atau tiga abad lebih awal dari lubang kuburan tersebut.”

Terowongan/lubang itu ternyata masih bisa dirunut lebih dalam. Tingkatan yang baru, dengan pecarhan-pecahan kendi, pot dan mangkuk masih tetap nampak terjaga. Para ahli (ilmuwan) memperhatikan bahwa barang-barang tembikar itu masih cukup mengejutkan karena tetap tidak berubah. Benar-benar nampak seperti yang telah ditemukan di pekuburan para raja. Karena itulah, nampaknya selama beberapa abad peradaban Sumeria tidak mengalami perubahan yang radikal. Mereka tentulah, menurut kesimpulan yang bisa ditarik, telah mencapai tingak perkembangan yang tinggi yang menakjubkan pada awal peradaban mereka.
Setelah beberapa hari penggalian dilakukan, beberapa pekerja Woolley berteriak kepadanya, “Kita telah sampai paga lapisan dasar (ground)”, dia kemudian turun sendiri menuju lantai lubang galian agar bisa puas menyaksikan. Semula, pikiran Woolley adalah bahwa “Ini adalah penggalian yang terakhir”. Wujudnya adalah pasir, pasir murni yang hanya bisa dikandung oleh air.

Mereka memutuskan untuk menggali lapisan tersebut dan membuat lubang lebih dalam lagi. Semakin dalam, semakin dalam menuju dasar: tiga kaki, enam kaki -- masih penuh lumpur. Tiba-tiba, pada kedalaman sepuluh kaki, lapisan lumpur terhenti tiba-tiba. Di bawah deposit tanah liat ini sekitar sepuluh kaki tebalnya, mereka menemukan bukti-bukti baru dari hunian manusia. Wujud dan kualitas dari tembikar telah jelas berubah. Di sini, barang-barang itu adalah bikinan tangan. Besi belum juga ditemukan di sini. Peralatan primitif yang nampak adalah peralatan yang terbuat dari tebangan batu api. Ini mesti terjadi pada masa Zaman Batu!.

Banjir. Itulah penjelasan yang paling mungkin bagi deposit yang tanah liat yang besar di bawah bukit di kota Ur, yang secara cukup jelas telah memisahkan dua zaman kehidupan. Samudera telah meninggalkan jejak-jejak yang tidak terpungkiri dalam bentuk sisa-sisa organisme laut yang terlekat/tersimpan dalam lumpur. [IV]

Analisa dengan mikroskop mengungkapkan bahwa deposit tanah liat di depan bukit di kote Ur telah terkumpul disebabkan oleh banjir yang begitu besar yang telah meludeskan peradaban Sumeria kuno. Epik tentang Gilgamesh dan cerita tentang Nuh tersatukan dengan lubang galian yang dalam di bawah gurun Mesopotamia.

Max Mallowan menghubungkan pikiran-pikiran Leonard Woolley , yang menyatakan bahwa endapan massif yang besar itu terbentuk dalam satu waktu tertentu yang hanya bisa terjadi dikarenakan bencana banjir yang sangat besar. Woolley juga menggambarkan tentang permukaan banjir yang telah memisahkan kota di Sumeria, kota Ur dengan kota Al-Ubaid yang penduduknya biasa bekerja mengecat barang tembikar, sebagaimana yang masih tersisa dari peristiwa banjir tersebut. [V]

Ini semua menunjukkan bahwa kota Ur adalah salah satu dari berbagai daerah yang terkena banjir. Werener Keller mengekspressikan arti penting dari penggalian yang telah disebutkan di atas dengan menyatakan bahwa hasil dari sisa-sisa kota di bawah lapisan tanah lumpur dalam penggalian arkeologis di Mesopotamia membuktikan bahwa dahulu kala pernah terjadi banjir di tempat ini. [VI]

Kota lain yang masih menyimpan jejak-jejak dari banjir Nuh adalah kota Kish di Sumeria, yang saat ini dikenal dengan nama “Tall al-Uhaimer”. Menurut sumber-sumber Sumeria kuno, kota ini merupakan tempat kedudukan “tahta dari dinasi ‘postdiluvian’ yang pertama”. [VII]

Kota Shurrupak di sebelah selatan Mesopotamia , yang saat ini diberi nama dengan “Tall Far’ah”, demikian juga, menyimpan jejak-jejak yang masih terlihat dari peristiwa banjir tersebut. Studi arkeologis yang dilakukan di kota ini dipimpin oleh Erich Schmidt dari the University of Pensilvania antara tahun 1922-1930. Penggalian-penggalian yang dilakukan mengungkapkan adanya tiga lapisan yang pernah dihuni oleh manusia dalam rentang waktu sejak masa pra sejarah hingga dinasti Ur ketiga (2112-2004 SM). Temuan yang paling istimewa adalah reruntuhan dari sebuah bangunan rumah-rumah yang bagus sepanjang tablet (belahan-belahan batu/prasasti) tulisan-tulisan kuno berbentuk baji (cuneiform) dari simpanan administrasi dan daftar-daftar kata, mengindikasikan adanya sebuah masyarakat yang telah berkembang maju hingga akhir millenium keempat Sebelum Masehi. [VIII]

Masalah terpenting adalah bahwa sebuah banjir besar telah bisa dipahami dengan jelas terjadi di kota ini pada sekitar 2900-3000 SM. Menurut perhitungan yang dilakukan Mallowan, 4-5 meter di bawah tanah, Schmidt telah mencapai lapisan tanah kuning (yang dibentuk oleh banjir) yang terbentuk dari sebuah campuran antara tanah liat dan pasir. Lapisan ini lebih dekat ke dataran daripada profil tumulus dan bisa diamati seluruhnya di seputar tumulus…. Schmidt mendefinisikan bahwa lapisan ini terbentuk dari campuran tanah liat dan pasir, yang masih tersisa sejak masa Kerajaan Kuno Cemdet Nasr, sebagai “sebuah pasir yang masih dengan keasliannya di dalam sungai” dan ini diasosiasikan dengan Banjir Nuh. [IX]

Di dalam penggalian yang dilakukan di kota Shuruppak, sisa-sisa sebuah banjir bisa ditemukan yang masih berhubungan dengan kurang lebih tahun 2900-3000 SM. Mungkin, kota Shuruppak terkena imbas dari banjir sebebesar imbas yang diderita kota-kota lain. [X]

Tempat (kota) yang terakhir yang terkena banjir adalah kota Erech hingga sebelah selatan kota Shuruppak yang saat ini dikenal dengan nama “Tall al-Warka”. Di kota ini, sebagaimana di kota-kota yang lainnya, lapisan sebuah banjir juga nampak. Lapisan ini merujuk pada masa 2900-3000 SM sebagaimana yang lain. [XI]

Sebagaimana diketahui dengan baik, sungai Eufrat dan Tigris memotong menyeberangi Mesopotamia dari ujung satu ke ujung yang lain. Nampaknya bahwa selama masa itu, dua sungai ini dan disertai banyak sumber mata air, besar maupun kecil, meluap, dan, dengan bersatunya dengan air hujan, telah menyebabkan sebuah banjir yang dahsyat. Peristiwa itu digambarkan dalam Al-Qur’an:

"Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah (11). Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air maka bertemulah air-air itu untuk satu urusan yang sungguh telah ditetapkan (12)." (QS. Al-Qamar: 11-12)



Ketika faktor-faktor yang menyebabkan banjir itu dibahas satu persatu, nampaklah bahwa kesemuanya itu merupakan fenomena yang sangat alami. Adapun yang menjadikan peristiwa itu penuh mukjizat adalah karena kejadiannya pada saat yang bersamaan dengan peringatan Nabi Nuh kepada kaumnya tentang akan datangnya bencana semacam itu sebelumnya.

Pengujian terhdap bukti yang didapat dari studi yang komplet mengungkapkan bahwa daerah banjir membentang sekitar 160 km (lebar) dari timur sampai barat, dan 600 km (panjang) dari utara sampai selatan. Ini menunjukkan bahwa banjir tersebut menutupi seluruh daratan-daratan di Mesopotamia. Ketika kita membahas urut-urutan kota Ur, Erech, Shuruppak dan Kish yang menyembulkan jejak-jejak banjir Nuh, kita melihat bahwa kota-kota ini berada dalam satu garis sepanjang rute tersebut. Karena itulah, banjir tersebut pastilah telah mengenai keempat kota ini dan daerah-daerah sekitarnya. Di samping itu, harus dicatat bahwa pada sekitar 3000 tahun BC, struktur geografis dari daratan Mesopotamia berbeda dengan kondisi yang ada sekarang. Pasa masa tersebut, posisi sungai Eufrat terletak lebih ke timur dibandingkan dengan posisi sungai tersebut saat ini; garis arus sungai ini ternyata dulunya sama dengan garis yang melewati menembus kota Ur, Erech, Shuruppak dan Kish. Dengan terbukanya “mata air di bumi dan di surga”, agaknya sungai Eufrat meluap dan mengalir tersebar sehingga merusak empat kota yang disebut di atas.

Agama dan Kebudayaan yang Menceritakan Banjir Nabi Nuh



Peristiwa Banjir Nuh tersebut disebarluaskan ke hampir semua manusia (kaum) lewat lesan para Nabi yang menyampaikan Agama yang Benar, tetapi akhirnya cerita itu menjadi legenda-legenda berbagai kaum-kaum itu, dan kisah itu mengalami penambahan-penambahan dan juga pengurangan-pengurangan dalam periwayatannya.

Allah telah menyampaikan kisah tentang Banjir Nuh kepada manusia melalui para rasul dan kitab-kitab yang Dia turunkan kepada berbagai masyarakat agar hal itu menjadi peringatan atau permisalan. Dalam setiap masa teks atau kitab-kitab tersebut telah dirubah dari aslinya, dan penuturan tentang banjir Nuh itu juga telah ditambah-tambahai dengan unsur-unsur yang mistis. Hanyalah Al-Qur’an lah sumber yang masih memiliki kesamaan yang mendasar dengan temuan-temuan dan observasi empiris. Hal ini hanya tidak lain karena Allah menjaga Al-Qur’an dari perubahan, meski hanya sebuah perubahan kecil sekalipun, dan Dia tidak mengizinkan Al-Qur’an itu terkurangi. Menurut padangan Al-Qur’an berikut ini “Kami telah dengan tanpa keraguan menurunkan risalah, dan Kami dengan pasti akan menjaganya (dari pengurangan)”(QS.Al-Hijr: 9), Al-Qur’an berada di bawah pengawasan khusus Allah.

Dalam bagian terakhir dari bab ini yang berkaitan dengan banjir, kita akan melihat, bagaimana insiden banjir itu diilustrasikan –meski telah terjadi manipulasi/pengurangan – dalam berbagai kebudayaan dan di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

Banjir Nabi Nuh dalam Perjanjian Lama



Kitab yang sebenarnya diwahyukan kepada nabi Musa adalah Taurat. Hampir semua sisa-sisa wahyu dan buku-buku yang berkaitan dengan Injil “Pentateuch (lima buku pertama dari Kitab perjanjian Lama)”, seiring dengan berjalannya waktu, telah lama kehilangan hubungannya dengan wahyu yang asli. Bahkan, kemudian bagian yang paling meragukan tersebut telah diubah oleh para rabi (pendeta) dari masyarakat Yahudi. Sama halnya dengan wahyu-wahyu yang dikirimkan kepada nabi-nabi lain yang diutus kepada Bani Israel setelah nabi Musa, juga mendapat perlakuan yang sama dan mengalami perubahan yang luar biasa. Inilah sebab yang menjadikan kita untuk menyebut buku-buku itu sebagai “Pentateuch yang telah dirubah (Altered Pentateuch)” dikarenakan telah kehilangan hubungannya dengan aslinya, membawa kita untuk menganggapnya lebih hanya sebagai bikinan manusia semata yang berupaya untuk mencatat sejarah suku bangsanya daripada menganggapnya sebagai sebuah kitab suci. Tidaklah mengherankan jika ciri-ciri dari Pentateuch yang telah dirubah itu dan berbagai kontradiksi yang terkandung didalamnya bisa dengan mudah terungkap dalam pemaparannya terhadap cerita tentang nabi Nuh meskipun mempunyai berbagai kesaman dalam sebagian yang diceritakan dengan Al-Qur’an.

Menurut Perjanjian Lama, Tuhan memerintahkan kepada Nuh bahwa semua orang kecual para pengikutnya akan dihancurkan karena bumi telah penuh dengan berbagai macam tindak kekerasan. Dan akhirnya Tuhan memerintahkan mereka untuk membuat sebuah Perahu dan menyebutkan secara detail bagaimana cara mengerjakannya. Tuhan juga mengatakan kepadanya (Musa) untuk membawa keluarganya, tiga orang anaknya, istri-istri anaknya, dua (sepasang) dari setiap mahkluk hidup dan berbagai persedian bahan pangan.

Tujuh hari kemudian, ketika waktu banjir telah tiba, semua sumber yang ada di dalam tanah mendadak terbuka lebar, pintu-pintu surga terbuka dan sebuah banjir besar menenggelamkan semuanya. Hal ini berlangsung selama empat puluh hari dan empat puluh malam. Kapal yang dtumpangi Nuh beserta pengikutnya berlayar diatas air yang menutupi semua pegunungan dan dataran tinggi. Mereka yang berada di dalam kapal bersama Nuh diselamatkan dan mereka yang tidak ikut ke dalam kapal dan terbawa oleh air bah tersebut ditenggelamkan hingga mati. Hujan berhenti setelah banjir terjadi, yang terjadi selama 40 hari 40 malam, dan airpun mulai surut 150 hari kemudian.

Setelah berada pada hari ke tujuh belas dari bulan ke tujuh, kapal tersebut berhenti di gunung Ararat (Agri). Nuh memerintahkan seekor merpati untuk melihat apakah air telah benar-benar surut atau tidak, dan ketika akhirnya merpati tersebut tidak kembali lagi, ia menyadari bahwa air telah benar-benar surut. Tuhan memerintahkannya untuk keluar dari kapal dan menyebar ke seluruh penjuru bumi.

Salah satu kontradiksi yang terdapat dalam kisah yang terdapat dalam perjanjian Lama ini adalah; berdasarkan ringkasan ini, dalam versi tulisan yang “berbau Yahudi”, dikatakan bahwa Tuhan memerintahkan kepda Nuh untuk membawaa tujuh dari binatang-binatang tersebut, jantan dan betina, Ia (Tuhan) menyebut-Nya ”clean (halal)” dan hanya pasangan-pasangan binaang-binaang tersebut Ia sebut “unclean(haram)”. Hal ini bertentangan dengan teks dibawah ini. Disamping itu dalam Perjanjian Lama, jangka waktu terjadinya banjir juga berbeda. Menurut versi yang berbau Yahudi itu, peristiwa naiknya air akibat banjir terjadi selama 40 hari, sedangkan berdasarkan pendapat orang-orang awam, dikatakan terjadinya selama 150.

Sebagian dari Perjanjian Lama yang menceritakan tentang banjir Nuh mengatakan ; Dan Tuhan berkata kepada Nuh, akhir dari semua jasad manusia adalah menghadap kepadaKu; dan karena bumi telah penuh dengan kekerasan; maka lihatlah Aku akan menghancurkan mereka bersama dengan bumi. Maka kamu buatlah perahu dari kayu gopher;…..

..Dan, lihatlah meskipun Aku memberikan banjir yang membanjiri seluruh bumi untuk menghancurkan semua manusia, dimana semua yang bernafas, dari bawah surga; (dan) setiap yang ada dibumi akan mati. Namun bersamamu Aku akan menetapkan janjiKu; dan kamu akan masuk ke dalam perahu, kau dan anakmu, dan istrimu, dan istri-istri anak-anak mu. Dan semua mahkluk hidup, dua (sepasang) dari setiap mahkluk kamu bawa ke dalam perahu, untuk tetap menjaga mereka hidup bersamamu; mereka haruslah jantan dan betina…

…demikianlah yang dilakukan Nuh; berdasrkan semua yang Tuhan perintahkan kepadanya. (Genesis 6:13-22).

Dan perahupun berhenti pada bulan ke tujuh, pada hari ke tujuhbelas dari bulan tersebut di atas gunung Ararat. (Genesis 8:4).

Setiap binatang yang halal kamu bawa sebanyak tujuh ke dalam perahu jantan dan betinanya, dan biatang yang tidak halal kamu bawa sebanyak dua jantan dan betinanya, unggas juga kamu ambil dari udara sebanyak tujuh, jantan dan betinanya, untuk menjaga agar bebih tetap hidup diseluuh penjuru bumi (Genesia 7:2-3).

Dan Aku akn menepati janjiKu terhadapmu, dan semua orang-orang yang lain akan ditenggelamkan oleh air banjir, dan banjir akan lebih banyak lagi yang akan menghancurkan dunia (Genesis, 9:11).

Berdasarkan kepada Perjanjian Lama, berkenaan dengan keputusan yang menyatakan bahwa “semua mahkluk hidup yang ada di dunia akan mati” dalam sebuah banjir yang menggenagi seluruh permukaan bumi, maka semua orang dihukum, dan yang selamat hanyalah mereka yang berlayar dengan perahu bersama Nuh.

Banjir Nuh dalam Perjanjian Baru



Perjanjian Baru yang kita miliki saat ini adalah bukan sebuah Kitab Suci dalam arti kata yang sebenarnya. Terdiri dari perkataan dan perbuatan dari ‘Isa (jesus), Pernanjian Baru dimulai dengan empat “Gospels (ajaran)” yang ditulis satu abad setelah kematian ‘Isa oleh orang-orang yang belum pernah melihatnya atau berteman dengan Isa; mereka (para penulis) ini bernama Matius, Markus, Lukas dan Johanes . Terdapat berbagai kontradiksi yang sangat gamblang diantara keempat gospel (ajaran) ini. Khususnya Gospel of John (Johanes) yang sangat memiliki banyak perbedaan dengan dari ketiga yang lain (Synoptic Gospel), meski dalam beberapa tingkat tertentu memiliki kesamaan. Buku-buku lain dari Perjanjian Baru terdiri dari surat-surat yang ditulis oleh Apostle (utusan/rasul) dan Saul dari Tarsus ( yang kemudian disebut dengan Saint Paul) menyebutkan perbuataan setelah kematian Isa.

Namun demikian Perjanjian Baru yang terdapat saat ini bukan lagi merupakan sebuah naskah suci namun lebih merupakan sebuah buku semi-sejarah semata.

Dalam Perjanjian Baru, banjir Nuh disebutkan secara singkat sebagai berikut; Nuh diutus sebagai seorang pembawa pesan kepada sebuah masyarakat yang tidak patuh dan tersesat, namun kaumnya tidak mau mengikutinya dn meneruskan penyimpangan mereka, kemudian Allah menimpakan kepada mereka yang menolak keimanan dengan sebuah peristiwa banjir dan menyelamatkan Nuh dan para pengikutnya dengan menempatkan mereka ke dalam perahu. Beberapa bab dri perjanjian Baru yang berkaitan dengan hal ini adalah sebagai berikut;

Tetapi, pada masa Nabi Nuh, dan juga kedatangan seorang anak laki-laki. Dan pada hari-hari di mana mereka sebelum datangnya banjir, mereka makan dan minum, mereka menikah dan saling memberi dalam pernikahan itu, hingga datanglah suatu waktu ketika Nuh masuk ke dalam perahu, dan mengertilah dia tidak lebih hingga datangnya banjir, dan dia membawa mereka semua menjauh, demikian juga dengan datangnya seorang anak lelaki itu. (Matius, 24:37-39).

Dan terpisah, bukan di bumi yang telah tua, tetapi selamatlah Nuh sebagai orang yang ke delapan, seorang penyeru kesalehan, membawa dalam banjir ke atas dunia yang tidak taat pada Tuhan. (Peter kedua,2: 5)

Dan sebagaimana pada hari-hari masa Nuh, dan seharusnya juga juga pada masa seorang anak laki-laki. Mereka makan, minum, menikahi isteri, mereka saling diberi dalam perkawinan, hingga datanglah suatu hari ketika Nuh memasuki perahu, dan banjir datang, dan menghancurkan mereka semua. (Lukas, 17: 26-27).

Di saat mereka itu ingkar (tidak mentaati), ketika suatu masa Tuhan lama menderita menunggu di masa Nuh, sembari perahu dipersiapkan, dalam jumlah beberapa, delapan jiwa diselamatkan oleh air. (Peter pertama, 3:20).

Dikarenakan mereka mengabaikan, bahwa dengan kata Tuhan surga-surga menjadi tua, dan bumi mempertahankan air dan berada di dalam air: Di mana bumi kemudian, diluapi dengan banjir, dibinasakan. (Peter kedua,3:5-6).

Peristiwa Terjadinya Banjir dalam Kebudayaan Lain



Dalam Kebudayaan Sumeria



Tuhan/Dewa yang bernama Enlil berkata kepada suatu kaum bahwa tuhan yang lain ingin menghancurkan umat manusia, namun ia sendiri berkenan untuk meyelamatkan mereka. Pahlawan dalam kisah ini adalah Ziusudra, raja yang taat kepada raja negeri Sippur. Tuhan Enlil menyuruh Ziusudra apa yang harus dilakukan untuk bisa selamat dari banjir. Naskah yang berkaitan dengan pembuatan kapal tersebut telah hilang, namun fakta bahwa bagian ini pernah ada, diungkapkan dalam bagian yang menyebutkan bagaimana Ziusudra diselamatkan. Berdasarkan versi bangsa Babylonia tentang banjir, bisa disimpulkan bahwa dalam versi bangsa Sumeria pun, tentulah terdapat perincian yang lebih luas secara utuh tentang kejadian tersebut, tentang sebab-sebab terjadinya banjir dan bagaimana perahu tersebut dibuat.

Dalam Kebudayaan Babilonia



Ut-Napishtim adalah persamaan tokoh bangsa Babilonia terhadap pahlawan dalam peristiwa banjir dalam kisah bangsa Sumeria yaitu Ziusudra. Tokoh penting yang lain adalah Gilgamesh. Menurut legenda, Gilgamesh memutuskan untuk mencari dan menemukan para leluhurnya untuk mengupayakan rahasia kehidupan yang abadi. Ia melakukan sebuah perjalanan yang menentang bahaya dan pebuh dengan kesulitan. Ia diperintahkan supaya melakukan sebuah perjalan dimana ia harus melewati “Gunung Mashu dan air kematian” dan sebuah perjalanan yang hanya dapat diselesaikan oleh seorang anak tuhan bernama Shamash. Namun Gilgamesh tetap dengan gagah berani melawan semua bahaya selama perjalanan dan akhirnya berhasil mencapai Ut-Napishtim.

Naskah ini dipotong/selesai pada titik dimana terjadi pertemuan antara Guilgamesh dan Ut-Napishtim, dan ketika akhirnya menjadi jelas, Ut-Napishtim bekata kepada Gilgamesh bahwa “para tuhan hanya menyimpan rahsia kematiandan kehidupam untuk diri mereka sendiri” (yang mereka tidak akan memberikannya kepada manusia). Atas jawaban ini Gilgamesh bertanya kepada Ut-Napishtim bagaimana ia dapat memperoleh keabadian; dan Ut-Napishtim menceritakan kepadanya kisah tentang banjir sebagai jawaban atas pertanyaannya. Banjir tersebut juga diceritakan dalam kisah “duabelas meja (twelve tables) “ yang terkenal dalam epik tentang Gilgamesh.

Ut-Napishtim memulainya dengan mengatakan bahwa kisah yang akan diceritakan kepada Gilgamesh adalah merupakan“sesuatu yang rahasia, sebuah rahasia dari tuhan”. Ia berkata bahwa ia dari kora Shuruppak, kota tertua diantara kota-kota di daratan Akkad. Berdasarkan ceritanya, tuhan “Ea” telah menyerukan kepaanya melalui tembok gubuknya dan mengumumkan bahwa tuhan-tuhan telah memutuskan untuk menghancurkan semua benih kehidupan dengan perantaraan sebuah banjir; namun alasan tentang keputusan mereka tidaklah diterangkan dalam cerita banjir bangsa Babylonia sebagaimana telah diterangkan dalam kisah banjir bangsa Sumeria. Ut-Napishtim berkata bahwa Ea telah menyuruhnya untuk membuat sebuah perahu dimana ia harus membawa serta dan membwa “benih-benih dari semua makhluk hidup”. Ea memberitahukan kepadanya tentang ukuran dan bentuk dari kapal tersebut, berdasarkan hal ini, lebar, panjng dan ketinggian dari kapal sama satu sama dengan yang lain. Badai besar menjungkirbalikan semuanya dalam waktu enam hari dan enam malam. Pada hari yang ke tujuh, badai mulai reda. Ut-Napishtim melihat bahwa diluar kapal, “telah berubah menjadi Lumpur yang lengket’. Dan sang kapalpun berhenti di gunung Nisir.

Menurut catatan bangsa Sumeria dan Babylonia, Xisuthros atau Khasisatra diselamatkan dari banjir oleh sebuah kapal dengan panjang 925 meter, bersama dengan keluarga dan teman-temannya dan bersama burung-burung dan berbagai jenis binatang. Hal ini dikatkan bahwa “air terbentang menuju ke surga, lautan menutupi pantai dan sungai meluap dari dasar sungai”. Dan kapalpun akhirnya berhenti di gunung Corydaean.

Menurut cattan bangsa Babilonia-Syria, Ubar Tutu atau Khasisatra diselamatkan bersama dengan keluarga dan pembantunya, umatnya dan binatang-binatang dalam sebuah kapal dengan lebar 600 cubits (ukuran panjang), tinggi dan lebarnya 60 cubit. Banjir tersebut berlangsung selama 6 hari dan 6 malam. Ketika kapal tersebut menapai gunung Nizar, merpati yang dilepaskan kembali ke kapal sedangkan burung gagak yang sama-sama dilepaskan tidak kembali.

Berdasarkan beberapa catatan bangsa Sumeria, Asyiria dan Babylonia, Ut-Napishtim bersama dengan keluarganya selamat dari banjir yang terjadi selama 6 hari dan 6 malam. Hal ini dikatakan “ Pada hari ke tujuh Ut-napishtim melihat keluar. Ternyata sangatlah sepi. Orang telah berubah menjadi Lumpur”. Ketika kapal berhenti di gunung Nizar, Ut-napishtim menerbangkan seekor burung merpati, seekor ggak dan seekor buurng pipit. Burung gagak tinggal untuk memakan bangkai, sedangkan dua burung yang lain tidak kembali.

Dalam Kebudayaan India



Dalam epic dari India berjudul Shatapata Brahmana dan Mahabharata, seseorang yang disebut dengan Manu diselamatkan dari banjir bersama dengan Rishiz. Menurut legenda , seekor ikan yang ditangkap oleh Manu dan ikan tersebut diselamatkannya, tiba-tiba berubah menjadi besar dan mengatakan kepadanya untuk membuat sebuah perahu dan mengikatkan ke tanduknya. Ikan ini dilambangkan sebagai pengejawantahan dari dewa Wisnu. Ikan tersebut menuntun kapal mengarungi ombak yang besar dan membawanya ke utara ke gunung Hismavat.

Dalam Kebudayaan Wales



Menurut legenda Welsh (dari Wales, dari Celtic di Inggris), dikatakan bahwa Dwynwen dan Dwfach selamat dari bencana yang besar dengan sebuah kapal. Ketika banjir yang amat mengerikan yang terjadi dari meluapnya Llynllion yang disebut dengan Danau Gelombang. Setelah selamat akhirnya mereka berdua mulai menghuni kembali daratan Inggris.

Dalam Kebudayaan Scandinavia



Legenda Nordic Edda melaporkan tentang Bergalmir dan istriya selamat dari banjir dengan sebuah kapal yang besar.

Dalam Kebudayaan Lithuania



Dalam legenda Lithuania, diceritakan bahwa beberapa pasang manusia dan binatang diselamatkan dengan berlindung di puncak permukaan gunung yang tinggi. Ketika angin dan banjir yang berlangsung sela dua hari dan dua belas malam tersebut mulai mencapai ketinggian gunung yang hampir akan menenggelamkan yang ada diatas puncak gunung tersebut, sang Pencipta melemparkan sebuah kulit kacang raksasa kepada mereka. Sehingga mereka yang ada di gunung tersebut diselamatkan dari bencana dengan berlayar didalam kulit kacang raksasa ini.

Dalam Kebudayaan China



Sumber di bangsa China menghubungkan cerita ini dengan seseorang yang dipanngil denangan nama Yao bersama dengan tujuh orang lain atau Fa li bersama dengan istri dan anak-anaknya, diselamatkan dari bencana banjir dan gempa bumi dalam sebuah perahu layar. Disini dikatakan “dunia semuanya berada dalam kehancuran. Air menyembur dan menutupi semua tempat”. Akhirnya, airpun surut.

Banjir Nuh dalam Mitologi Yunani



Dewa Zeus memutuskan untuk menghancurkan orang-orang yang telah menjadi semakin bertindak sesat setiap saat, dengan sebuah banjir. Hanya Deucalion dan istrinya Pyrrha yang diselamatkan dari banjir, karena ayah Deucalion sebelumnya telah menyarankan anaknya untuk membuat sebuah kapal. Pasangan ini turun ke gunung Parnassis pada hari ke sembilan setelah turun dari kapal.

Semua legenda ini mengindikasikan sebuah realitas sejarah yang konkret. Dalam sejarah setiap masyarakat/kaum menerima pesan dan risalah, setiap insan menerima wahyu Suci, sehinga banyak kaum yang telah belajar tentang Banjir. Sayangnya, sebagaimana kaum-kaum yang berpaling dari inti wahyu Suci, peristiwa banjir besar itupun mengalami banyak perubahan dan menjadi bermacam legenda dan mitos.

Satu-satunya sumber dimana kita dapat menemukan kisah sejati tentang Nuh dan kaum yang menolaknya adalah di dalam Al-Qur’an, yang merupakan satu-satunya sumber yang belum (dan tidak akan) mengalami perubahan sebagai Wahyu suci.

Al-Qur’an menyediakan bagi kita keterangan yang benar tidak hanya tentang banjir Nuh namun juga tentang kaum dan peristiwa sejarah lainnya, dalam bab-bab berikut kita akan melihat kembali kisah-kisah sejati ini.

<--Prev | Next -->