Senin, 24 Desember 2012

Sejarah Panjang Ilir Barat Permai (Bom Cegah Kebakaran Merambat)

Sejarah Panjang Ilir Barat Permai (Bom Cegah Kebakaran Merambat)
Musibah kebakaran yang terjadi pada Agustus 1981 menibulkan dampak yang cukup besar wajah kota ini. Sebanyak empat kampung tradisional masyarakat lenyap dari permukaan Bumi Sriwijaya ini. Peristiwa ini, paling tidak juga telah mengubah pola hidup Wong Plembang lewat perkenalan dengan rumah bertingkat-tingkat yang disebut rmah susun (rusun).

Kawasan pertokoan Internasional Plaza (IP) hingga ke IBP (Ilir Barat Permai), paling tidak hingga awal 1980-an, belum memiliki jalan aspal. Sementara IP, ketika itu masih merupakan Bioskop Internasional dengan beberapa toko di sekitarnya. Di ujung jalan (tanah merah keras) dari internasonal, terdapat Pasar Mambo, yang dibuka pada malam hari.

Saat ini, bangunan di kawasan itu umumnya baru kecuali toko Fotocopy Remifa. Penghubung kawasan Cinde Welan (Candi Walang) adalah Jalan Candi Walang, yang dimulai dari Jalan Jenderal Sudirman --Kebon Duku-- hingga tembus ke belakang Pasar Cinde saat ini. Di kawasan 24 Ilir itu pula, terdapat Sungai Candi Walang (kini telah ditimbun). Kawasan Candi Walang, ketika itu posisi tanahnya menanjak. Bahkan sebelum itu, pada masa Kesultanan Palembang hingga masa penjajahan Belanda, kawasan ini posisi tanahnya menanjak hingga ke RS RK Charitas saat ini. Karena pembuatan jalan dan sebagian pemukiman, dataran tinggi itu "dipangkas" hingga posisi tanahnya tampak seperti saat ini.

Sebagian kawasan, masih berupa rawa dan aliran sungai. Dengan topografi seperti itu, sebagian besar rumah di kawasan ini berbentuk panggung berbahan kayu. Kondisi ini, paling tidak, dapat kita saksikan dalam karya pelukis asal Sumsel Amri Yahya, yang berjudul Sungai Limbungan (1954). Lukisan bermedia cat minyak di atas kanvas berukuran 80x50 cm itu menggambarkan suasana Sungai Limbungan (sekarang kawasan Rusun). Lewat lukisan ini dapat dilihat kondisi "almarhum" Sungai Limbungan yang dahulu dapat dilalui perahu dan kini menjadi "sarang nyamuk" itu. Paruh awal 1980-an, Sungai Candi Walang dapat dimasuki Prahu. Bahkan, masih terdapat banyak buaya di sungai itu.

Menurut beberapa warga yang berdiam lama di kawasan ini, sepanjang tepian Sungai Candi Walang, masih ditumbuhi pohon para (karet) dan pohon kemang. Saat menyusuri sungai di kawasan Bank Mandiri saat ini, buaya besar berlumut sering muncul begaya "kalem" itu diyakini sebagai Raden Tokak. Ini merupakan salah satu tokoh legenda dalam cerita rakyat Palembang yang konon dapat muncul sewaktu-waktu. Bahkan hingga kini pun., dengan "wilayah kekuawasan" dari 35 Ilir hingga Sungai Sekanak.

Kampung yang Hilang
Salah seorang saksi mata dalam kebakaran yang terjadi pada Agustus 1981, H Muthalib Adams, menggambarkan peristiwa itu sangat tiba-tiba dn begitu mengejutkan. "Saat itu pukul 09.00 WIB, saya sedang mem-fotocopy. Tiba-tiba, saya dengar ada yang mengatakan "kebakaran." Begitu saya di rumah, api telah membesar," kata Muthalib, yang saat itu bekerja di Radar Selatan. Api berasal dari salah satu rumah di Gg Buntu, yaitu bedeng pembuat kasur.

Api dengan demikian cepat menjalarnya dengan pola menyebar. Tak hanya kawasan 24 Ilir yang terkena. Api merambat cepat ke 23 Ilir, 22 Ilir, dan 26 Ilir. Pola rembetan api memanjang di kawasan 26 Ilir membuat repot petugas pemadam kebakaran. Kepanikan warga akibat musibah itu, tidak dapat digambarkan lagi. Karena cepatnya api menjalar, Try Sutrisno yang saat itu menjabat Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) IV --kini Kodam II-- Sriwijaya, membuat "blok" dengan menjatuhkan bom didua titik kebakaran kawasan 26 Ilir.

"Begitu bom dijatuhkan, lokasi kebakaran langsung terpecah dan rembetannya dapat dicegah," kata Muthalib. Penggunaan bom untuk pemecah api ini, mengingatkan pada penggunaan TNT (2,4,6 - trinitro toluena yang dipakai Polda Sumsel saat membantu memudahkan upaya mempercepat pemadaman api dalam "tragedi Happy."

Selain menjatuhkan bom, sebagai upaya mempercepat pemadaman api juga dilakukan dengan membongkar dan merobohkan beberapa rumah. Salah satuunya rumah limas yang kini berada di salah satu sisi blok rusun. Api baru dapat dijinakkan sekitar tengah malam. Saat itu diperkirakan lebih dari 400 unit rumah hangus meskipun tidak ada korban jiwa. Yang jelas, empat kampung ludes dari permukaan tanah. Hilanglah empat kampung tradisional Palembang. Sebagian dari kampung itu, kini berubah jadi kampung modern dengan rumah tinggal bersusun-susun.

Yudhi Syarofie, Sriwijaya Post @2002

0 komentar:

Posting Komentar